TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik ditopang oleh permintaan domestik. Hal itu diungkap dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar pada 20-21 September 2023.
“Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan masyarakat yang masih tinggi, termasuk generasi muda yang meningkatkan konsumsi jasa,” ujar Perry di Kantor BI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 September 2023.
Adapun kinerja investasi, Perry melanjutkan, tetap baik sejalan dengan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional. Namun, ekspor melambat seiring pelemahan permintaan global dan turunnya harga komoditas, di tengah ekspor jasa yang cukup kuat.
Secara sektoral, dia berujar, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh beberapa lapangan usaha sektor jasa. Perry mencontohkan seperti Perdagangan Besar dan Eceran, Transportasi dan Pergudangan, serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum.
Perry juga menyitir hasil survei Bank Indonesia terkini yang juga mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut. “Seperti keyakinan konsumen yang tinggi, penjualan eceran yang positif, indikator dini Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur yang berada di zona ekspansi, serta penjualan semen yang meningkat,” ucap Perry.
Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada dalam kisaran proyeksi pada 4,5-5,3 persen. Bank sentral juga akan terus memperkuat sinergitas stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia.
“Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan,” tutur Perry.
Sementara, dia juga melaporkan bahwa ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Menurut Perry, pertumbuhan ekonomi global 2023 tetap diperkirakan sebesar 2,7 persen dengan kecenderungan ekonomi Cina yang melambat dan ekonomi Amerika Serikat semakin kuat.
Perlambatan ekonomi Cina, kata Perry, disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik karena keyakinan konsumen, utang rumah tangga, dan permasalahan sektor properti. “Di tengah penurunan ekspor akibat perlambatan ekonomi global,” kata dia
Sedangkan kuatnya ekonomi Amerika didukung oleh konsumsi rumah tangga seiring dengan kenaikan upah dan pemanfaatan ekses tabungan (excess savings). Sehingga inflasi di negara maju masih tetap tinggi karena berlanjutnya tekanan inflasi jasa, keketatan pasar tenaga kerja, dan meningkatnya harga minyak.
Pilihan Editor: Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di Level 5,75 Persen