“Handover pengoperasian dan perawatan tersebut dari konsorsium ke tenaga kerja lokal akan dilakukan secara bertahap dengan target waktu 1-2 tahun,” tutur Eva.
Sebelumnya, sumber Tempo yang mengetahui proyek tersebut menjelaskan soal konsorsium operasional dan perawatan kereta cepat yang mengatakan proses negosiasinya belum selesai. Sumber tersebut menyebutkan hingga 29 Agustus 2023 lalu, masih ada beberapa hal yang belum disepakati, antara lain soal tata cara pembayaran, penetapan key performance indicator (KPI), biaya, juga kepastian waktu beserta ketersediaan personel untuk proses transfer of knowloedge.
Soal biaya yang belum mencapai kesepakatan tersebut, menurut sumber yang sama, biaya yang ditawarkan antara China Railway Engineering Corporation dan PT KAI sangat berbeda jauh. Pihak Cina penawarannya di angka sekitar Rp 1,8 triliun sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan nilai penawaran dari PT KAI Rp 52 miliar.
Namun, hal itu juga dibantah oleh Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi alias Edo. “Ini sudah jalan (konsorsium operasional dan perawatan KCJB). Sudah deal semuanya, sudah jalan,” ujar dia di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Rabu, 13 September 2023.
Edo menjelaskan bahwa kereta cepat itu hadir dengan teknologi pertama di Indonesia, dan 100 persen berasal dari Cina. Sehingga, dia berujar, wajar jika pertama kali operasionalnya diserahkan kepada pihak Cina, dalam hal ini China Railway Engineering Corporation.
Namun, secara bertahap, KCIC juga siapkan sumber daya manusia yang nantinya akan menggantikan pekerja dari perusahaan asal Cina itu. “Nanti akan satu banding satu, SDM kita sekarang sebagian sudah training. Sekarang lagi magang kerja. Jadi mereka sekarang OCC, teknisi KA, EMU driver satu banding satu,” kata dia.
Pilihan Editor: KCIC Sediakan 4 Jadwal Perjalanan Pulang Pergi untuk Uji Coba Kereta Cepat Jakarta-Bandung