TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi alias Edo membeberkan progres konsorsium operasional dan perawatan (Operation and Maintenance Consortium/ OMC) Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCJB. Hal tersebut diungkap oleh Edo setelah menjajal sepur kilat itu bersama Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
“Ini sudah jalan (konsorsium operasional dan perawatan KCJB). Sudah deal semuanya, sudah jalan,” ujar dia di Stasiun Halim, Jakarta Timur, pada Rabu, 13 September 2023.
Edo menjelaskan bahwa kereta cepat itu hadir dengan teknologi pertama di Indonesia, dan 100 persen berasal dari Cina. Sehingga, dia berujar, wajar jika pertama kali operasionalnya diserahkan kepada pihak Cina, dalam hal ini China Railway Engineering Corporation.
Namun, secara bertahap, KCIC juga siapkan sumber daya manusia yang nantinya akan menggantikan pekerja dari perusahaan asal Cina itu. “Nanti akan satu banding satu, SDM kita sekarang sebagian sudah training. Sekarang lagi magang kerja. Jadi mereka sekarang OCC, teknisi KA, EMU driver satu banding satu,” kata dia.
Edo juga mengatakan target operasional dan perawatan diambil alih pegawai Indonesia sekitar 1-2 tahun lagi, ada sekitar 1.100 orang. KCIC juga menggunakan pegawai yang diperbantukan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI, artinya pegawai tersebut benar-benar terseleksi.
Dia juga memastikan bahwa pegawai tersebut memiliki kompetensi di bidang perkeretaapian. Misalnya, Edo mendontohkan, untuk masinis dibutuhkan 100 ribu kilometer menjalankan kereta api. Mereka dididik untuk menjadi masinis kereta cepat.
“Memang sangat ketat karena ini teknologi yang benar-benar high technology. Kemudian sangat rigid regulasinya sehingga kita harus hati-hati,” tutur Edo.
Pernyataan Edo soal konsorsium operasional dan perawatan kereta cepat berbeda dengan sumber Tempo yang mengatakan proses negosiasinya belum selesai. Sumber Tempo menyebutkan hingga 29 Agustus 2023 lalu, masih ada beberapa hal yang belum disepakati, antara lain soal tata cara pembayaran, penetapan key performance indicator (KPI), biaya, juga kepastian waktu beserta ketersediaan personel untuk proses transfer of knowloedge.
Soal biaya yang belum mencapai kesepakatan tersebut, menurut sumber yang sama, biaya yang ditawarkan antara China Railway Engineering Corporation dan PT KAI sangat berbeda jauh. Pihak Cina penawarannya di angka sekitar Rp 1,8 triliun sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan nilai penawaran dari PT KAI Rp 52 miliar.
Pilihan Editor: Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung Beroperasi 1 Oktober, Bos KCIC: Usulan Bundling Rp 300 Ribu