TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebutkan bahwa kondisi ekonomi global masih terus bergejolak, di antaranya karena divergensi perekonomian global yang masih berlanjut. Di saat yang sama, pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat tetap resilien di tengah inflasi inti yang terus menurun.
Walhasil, kata Mahendra, ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) bakal mengambil kebijakan lebih hawkish atau agresif terhadap suku bunga.
Hal itu disampaikan Mahendra dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner OJK yang digelar virtual pada Selasa, 5 September 2023.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa turun menjadi 0,6 persen yoy pada triwulan II 2023. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, angka tersebut masih berada di kevek 1,1 persen. Inflasi inti di Eropa pun terpantau tinggi.
Seperti Eropa, Cina juga mengalami inflasi inti yang tinggi. Cina mengalami moderasi dalam pemulihan ekonominya sehingga kinerjanya masih di bawah ekspektasi. Hal ini disertai inflasi yang masuk ke zona deflasi akibat tekanan di sektor properti Cina kembali meningkat.
Dalam Rapat Dewan Komisioner OJK bulan Agustus 2023 tersebut, otoritas menyimpulkan sektor jasa keuangan nasional masih stabil dan menunjukkan resiliensi. Menurut OJK, kondisi ini masih terjaga di tengah ketidakpastian perekonomian global.
“Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien, dengan indikator prudential seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global,” ujar Mahendra.
Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh positif pada triwulan II tahun 2023 sebesar 5,17 persen secara year-on-year (yoy). Angka ini naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,04 persen. Pertumbuhan ini ditengarai karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang juga tumbuh.
“Kalau tadi kita melihat berbagai data dan penjelasan dari RDK, di satu sisi memang terjaga stabilitas yang baik di sektor jasa keuangan karena ada aspek likuiditasnya yang juga terjaga baik. Kedua, kinerja dari industri di jasa keuangan juga tidak jauh dari target yang ditetapkan semula,” ucap Mahendra.
Namun, Mahendra mengatakan Indonesia masih harus mengawasi kecenderungan pelemahan indikator optimisme konsumen, tren penurunan inflasi inti, dan berlanjutnya penurunan harga komoditas yang telah menekan kinerja eksternal Indonesia.
“Dinamika perekonomian tersebut mendorong pelemahan pasar keuangan global, baik di pasar saham, surat utang, maupun pasar nilai tukar,” ucap Mahendra. Hal ini juga disertai peningkatan volatilitas pasar dan outflow dari mayoritas pasar keuangan emerging market, termasuk pasar keuangan Indonesia.
SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan di Dalam Negeri Terjaga dan Tangguh, OJK Soroti 3 Hal Ini