Hal tersebut juga berdampak terhadap tren curah hujan. Dwikorita berujar frekuensi kejadian ekstrem kini semakin sering dan insentitasnya semakin tinggi. Terdapat zona-zona yang memiliki hari hujannya meningkat. Namun bila dahulu hari hujan lebih panjang, sekarang memendek. Tetapi hujan lebat semakin meningkat.
"Hujan yang biasanya untuk satu bulan itu hanya disetorkan dalam beberapa hari saja. Keringnya pun lebih panjang, sehingga terjadi bergeser-gesernya musim," kata dia.
Tak hanya di Indonesia, menurut Dwikorita, 2023 merupakan tahun penuh rekor temperatur di seluruh dunia. Misalnya pada Juli 2023, suhu Sardinia, Italy mencapai 48 derajat celcius meski sedang musim dingin. Lalu di Rhodes, Yunani mencapai 49 derajat celcius, dan Maroko lebih dari 47 derajat.
"Tidak pandang bulu negara maju dan negara berkembang, baik Amerika California, Amerika Latin, nasibnya sama saja, enggak peduli teknologinya maju maupun yang tertinggal," kata dia.
Pilihan Editor: Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN, Pertama Kalinya Timor Leste Hadir