TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan penerapan work from home (WFH) tidak efektif mengatasi masalah polusi udara Jakarta. Menurutnya, kebijakan yang rencananya diterapkan September itu tidak berdampak signifikan.
"Tidak ada kepastian apakah perusahaan akan mengadopsi kebijakan ini. Selain itu, apakah WFH akan benar-benar mengurangi penggunaan kendaraan pribadi?" kata Achmad kepada Tempo, Selasa, 15 Agustus 2023.
Menurut Achmad, tidak ada yang bisa menjamin penggunaan kendaraan bermotor berkurang ketika masyarakat tidak beraktivitas dari rumah ke kantor lantaran menerapkan WFH atau kerja dari rumah. Sebab, pekerja yang mestinya WFH itu masih bisa beraktivitas, seperti pergi berbelanja atau mengunjungi rekan maupun kerabat. Dia berujar, akan sulit mendisiplinkan pekerja untuk tinggal di rumah dengan kebijakan ini.
"Kemungkinan besar yang terjadi justru WFH menambah kemacetan di Jakarta, terutama di tempat-tempat belanja dan wisata," kata dia.
Achmad juga mengatakan bahwa polusi udara Jakarta tidak hanya bersumber dari kendaraan bermotor. Melainkan, ada kontribusi lain, seperti polusi dari kawasan industri di sekitar Jakarta. Karena itu, dia mengatakan kebijakan WFH bisa menjadi sia-sia ketika aktivitas di kawasan industri tersebut tidak ikut dikurangi.
Lebih lanjut, Achmad mengayakan penerapan WFH luas dikhawatirkan bisa berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Sebab, WFH ketat bisa mematikan ekonomi kecil, seperti kuliner, ritel, dan transportasi umum. Karena itu, kebijakan WFH perlu dipertimbangkan sematang mungkin.
Dari pada menerapkan kebijakan WFH, Achmad mengatakan, pemerintah bisa memberikan insentif untuk menerapkan kebijakan lain. Misalnya, untuk diversifikasi energi. Dia berujar, perlu ada komitmen beralih ke energi bersih atau energi terbarukan untuk mengatasi polusi di kawasan Jakarta.
Selain itu, lanjut Achmad, pemerintah perlu mengembangkan dan memperluas sistem transportasi publik yang efisien, nyaman, dan terjangkau. "Sehingga dapat mendorong lebih banyak orang untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum untuk mengurangi lalu lintas dan emisi," katanya.
Selain itu, menurut Achmad, pemerintah mesti memberlakukan standar emisi yang ketat untuk kendaraan bermotor. Terakhir, kata dia, mengedukasi masyarakat soal dampak polusi udara.
"Jadi, upaya untuk mengatasi masalah polusi Jakarta melalui kebijakan WFH perlu diperhitungkan dengan seksama. Kendati berpotensi sebagai solusi, langkah ini harus didukung oleh insentif lain termasuk untuk perusahaan, dan masyarakat lainnya yang terdampak," ungkap Achmad.
Polusi udara Jakarta memang tengah menjadi perhatian, termasuk oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Jokowi bahkan meminta ada rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek. Kepala Negara juga meminta agar ruang terbuka hijau diperbanyak. Termasuk mempertimbangkan penerapan WFH.
"Tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran dan jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office (jadi) work from home mungkin. Saya enggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 75 persen (di rumah) 25 persen (di kantor) atau angka yang lain," kata Jokowi.
RIRI RAHAYU | M. JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Guru Besar UI Kritik Jokowi Subsidi Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Mestinya untuk Masyarakat Miskin