“Amerika adalah negara dengan kasus kejahatan carding yang paling banyak terjadi,” tutur dia.
Teguh menyitir data laporan Consumer Sentinel Network yang diterbitkan oleh FTC (Federal Trade Commission). Laporan itu menyebutkan total kasus kejahatan carding di Negara Panam Sam itu mencapai 389.737 pada 2021 lalu dan meningkat menjadi 441.822 pada 2022.
Adapun untuk memerangi kejahatan siber seperti carding menjadi tugas bersama sebagai masyarakat global. Ditambah lagi, belum semua merchant di dunia turut memakai fitur 3D Secure—untuk melindungi data kartu kredit pada saat digunakan dalam melakukan transaksi online.
Menurut Teguh, hal yang bisa dilakukan adalah menjaga data pribadi sebaik mungkin agar tidak bisa dicuri oleh orang yang tak bertanggung jawab. Peran aktif dari nasabah juga diperlukan untuk mencegah terjadinya carding. Nasabah perlu waspada akan jenis kejahatan siber terkini yang mengincar data pribadi yang bersifat rahasia.
“Jika para nasabah tidak teredukasi dengan baik atau bahkan lengah, maka dengan mudah mereka menjadi korban dari aksi para pelaku ini,” ujat Teguh. “Sebaliknya, jika sudah teredukasi dengan baik dan teliti, maka mereka bisa terhindar dari berbagai aksi penipuan yang sering terjadi di Indonesia ke depannya.”
Pilihan editor: LPS Ungkap Rekening Jumbo Tembus Rp 4.241,93 Triliun