TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi lingkungan global Greenpeace tidak sepakat dengan pernyataan pemerintah yang menyebut UU Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDDR) diskriminatif.
"Seharusnya pemerintah jangan menganggap kebijakan Uni Eropa adalah kebijakan yang diskriminasi jika berangkat dari kesadaran kita akan pentingnya melawan krisis iklim di atas kepentingan ekonomi semata," kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas pada Tempo, Rabu, 2 Agustus 2023.
Arie menilai, seharusnya pemerintah Indonesia menjadikan momentum kebijakan EUDDR untuk melakukan pembenahan terhadap komoditas yang yang rakus lahan dan penyebab deforestasi.
"Ini juga bisa mendorong pemerintah untuk melakukan intensifikasi lahan dengan meningkatkan produktivitas (sawit) alih-alih mengonversi lahan baru," ujar Arie melalui pesan tertulis.
Arie menuturkan, semua negara harus melakukan kebijakan yang lebih progresif, serta bukan lagi bersandar pada ekonomi ekstraktivisme dan berbasis lahan.
"Karena berangkat dari kesadaran krisis iklim yang sudah menjadi ancaman bagi planet bumi, termasuk Indonesia," beber dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan pemerintah Indonesia menolak UU Anti-Deforestasi Uni Eropa. Zulhas, sapaan dia, menilai aturan itu berpotensi diskriminatif dan menghambat perdagangan.
"Kebijakan ini berpotensi merugikan petani-petani kita," ujar Zulhas dalam forum Food Agri Insight di Auditorium Kemendag pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Dia menyebut, UU Anti Deforestasi menghambat perdagangan. Sebab, selama ini Indonesia mengekspor berbagai komoditas ke Uni Eropa, mulai dari sawit, kopi, kayu, karet, hingga ternak sapi.
"Ekspor Indonesia ke Eropa tahun 2022 nilainya hampir US$ 7 juta. Ini meliputi hampir 8 juta petani kecil," ungkap Zulhas. "Kami sadari perjuangan ini (penolakan terhadap UU Anti Deforestasi) tidak mudah. Tapi untuk melindungi kepentingan nasional."
Adapun soal potensi diskriminasi, Zulhas mengatakan UU Deforestasi membuat ketentuan atau kriteria-kriteria negara berisiko. Alhasil, jika Indonesia masuk kategori high risk atau berisiko tinggi, Indonesia bisa di-blacklist.
AMELIA RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Stafsus Mendag Sebut Kebijakan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa Gaya Perang Dagang Baru