TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior INDEF, Fadhil Hasan, membeberkan alasan pelarangan ekspor pasir laut di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Fadhil, yang saat itu menjadi staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, mengatakan salah satu pertimbangan utama pelarangan ekspor saat itu adalah batas negara Singapura dan Indonesia yang belum terselesaikan.
"Sehingga kalau dilakukan ekspor pasir laut, itu akan menambah atau memperluas Singapura. Karena batas wilayah diukur dari koordinat terluar negara tersebut," kata Fadhil dalam diskusi Quo Vadis Keberlanjutan Tata Kelola Pasir Laut dan BUMN Karya yang digelar virtual pada Jumat, 9 Juni 2023.
Kendati demikian, kata Fadhil, banyak pula pertimbangan lain yang membuat pemerintah melarang ekspor pasir laut. "Pemerintah membuat Keppres tapi dalam perjalanan ada berbagai masukan dari Kemlu, Kemendag, Kemenhan, yang menyatakan ini lebih baik dilarang. Akhirnya diputuskan dilarang sampai 2023," ujar Fadhil.
Oleh karena itu, Fadhil menyayangkan keputusan Presiden Jokowi yang membuka izin pasir laut melalui PP Nomor 26 Tahun 2023. Menurut Fadhil, ekspor pasir laut lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat. Fadhil juga menilai ekspor pasir laut sebagai bisnis yang sangat tertutup.
"Misal, proses bagaimana perusahaan bisa mendapat izin ekspor. Itu sangat tidak transparan, sehingga yang kemudian bisa terjadi adalah bisnis dikuasai orang-orang tertentu," ujarnya.
Fadil juga mengatakan aktivitas ekspor pasir laut bisa memicu konflik antara masyarakat dengan dengan eksportir. Belum lagi perkara praktik ilegal yang sangat mungkin terjadi.
"Saya kira itu akan menambah persoalan yang ada di masyarakat dan terutama dampak lingkungan," kata Fadhil.
Ihwal kajian ilmiah untuk mengurangi sedimentasi, Fadhil juga mengaku tidak sepakat. Dia bahkan mengatakan kajian tersebut sebagai kajian setengah ilmiah. Sebab, sebelumnya pada 2014 dan 2019 sudah ada kajian serupa.
"Kajian itu mungkin sama saja. Tapi waktu itu tidak diterima, sekarang diterima," kata Fadhil.
Ihwal pro-kontra kebijakan ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim ekspor pasir laut tidak merusak lingkungan.
"Pasir laut itu kita pendalaman alur. Karena kalau tidak, alur kita akan makin dangkal. jadi untuk kesehatan laut juga," kata Luhut usai konferensi pers International and Indonesia CCS Forum 2023 di Jakarta pada Selasa, 30 Mei 2023.
Luhut menjelaskan, sekarang proyek reklamasi yang besar adalah Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Menurut Luhut, Pulau Rempang akan direklamasi supaya bisa digunakan untuk industri besar solar panel.
"Nggak (merusak lingkungan) dong. Semua sekarang karena ada GPS (global positioning system) segala macem. Kita pastikan tidak (merusak lingkungan) pekerjaannya," tutur Luhut.
Dia melanjutkan, jika pasir laut harus diekspor, manfaatnya lebih besar bagi Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
RIRI RAHAYU | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Berapa Kisaran Harga Rumah di Sana?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini