TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama mengingatkan pemerintah menaati regulasi yang ditetapkan ihwal persyaratan operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung atau KCJB. Hal ini seiring kabar molornya operasional KCJB. Dia mewanti-wanti pemerintah untuk memperhitungkan risiko yang mungkin ditimbulkan.
Sebagaimana diberitakan Reuters pada Rabu, 7 Juni 2023, Kementerian Perhubungan dan tiga konsultan yakni Mott Macdonald, PwC dan Umbra telah menolak rencana konsorsium untuk memulai operasi komersial penuh proyek senilai US$ 7,3 miliar pada Agustus 2023 dan menyarankan untuk bergeser ke Januari 2024. Sementara konsorsium China menginginkan sertifikat kelayakan operasi penuh untuk jalur tersebut, meski stasiun tidak lengkap.
“Untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan tersebut, kami minta pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu seluruh kegiatan konstruksi. Baru kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan sertifikasi penuh,” kata Suryadi melalui keterangan tertulis, Kamis, 8 Juni 2023.
Sebab, kata dia, apabila pengujian dilakukan secara paralel bersamaan dengan penyelesaian konstruksi dikhawatirkan proses pengujian menjadi tidak runut dan tidak teliti. “Kami mendesak pemerintah untuk melaksanakan peraturan yang telah dibuat,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Suryadi berujar pengujian sebelum operasional KCJB dimulai harus sudah memenuhi persyaratan. Proses ini juga perlu melibatkan kerja sama dengan berbagai pihak. Menurutnya, tidak perlu memaksakan untuk mengejar target jika memang belum mampu memenuhi perysratan.
“Jangan demi kepentingan seremoni atau bahkan kepentingan pencitraan sebelum tahun politik 2024, pemerintah tega mengabaikan berbagai persyaratan dan keselamatan,” ujar Suryadi.
Suryadi mengatakan berdasarkan data yang ada per 25 Mei 2023, pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana KCJB baru mencapai 89 persen. Sedangkan untuk menyelesaikan semua konstruksi diperkirakan baru akan selesai pada 31 Desember 2023. Karena itu, Suryadi menekankan kepada pemerintah untuk tidak memaksakan pengoperasian KCJB sesuai target.
“Pemerintah mesti cermat untuk meminimalisasi timbulnya risiko, termasuk kecelakaan. Kesalahan perhitungan biaya berdampak pada cost overrun, tapi kesalahan menetapkan jadwal operasional saat belum siap berdampak pada nyawa manusia penumpang kereta cepat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Suryadi merinci Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Kereta Api Kecepatan Tinggi. Pada Pasal 3 menyebutkan bahwa Persyaratan Teknis Kereta Api Kecepatan Tinggi meliputi: persyaratan teknis jalur berupa jalan rel, jembatan, dan terowongan); persyaratan teknis stasiun; dan perrsyaratan teknis fasilitas operasi.
Selanjutnya pada Pasal 40, Suryadi melanjutkan disebutkan bahwa setiap prasarana perkeretaapian yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan kelaikan teknis dan kelaikan operasi, yang dilakukan melalui pengujian. Jika telah memenuhi persyaratan, akan diberikan sertifikat oleh Menteri Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perkeretaapian.
Adapun menurut Pasal 41 sampai 43, untuk prasarana perkeretaapian baru, harus dilakukan uji pertama yang terdiri dari uji rancang bangun dan uji fungsi terhadap jalur, fasilitas operasi, dan stasiun kereta api kecepatan tinggi yang dapat dilakukan setelah seluruh prasarana perkeretaapian selesai dibangun dan/atau dilakukan secara bertahap pada bagian-bagian tertentu yang sudah selesai dibangun.
Kemudian pada Pasal 48, disebutkan bahwa pengujian prasarana perkeretaapian oleh Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perkeretaapian yang dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Balai Pengujian Perkeretaapian. Jika diperlukan, dapat ditunjuk badan hukum atau lembaga yang telah mendapatkan akreditasi untuk melaksanakan Pengujian atau dapat juga bekerja sama dengan lembaga independen, perguruan tinggi dan tenaga ahli baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Pilihan Editor: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Beroperasi Agustus, Penumpang Bisa Naik dari Halim dan Padalarang