TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menjelaskan evaluasi program transportasi dengan skema buy the service (BTS). Program tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan atau Kemenhub di 10 kota.
Dia menjelaskan, program BTS dilakukan dengan membeli layanan dari operator (menyubsidi 100 persen biaya operasional kendaraan) dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Pemerintah menjadi penanggung risiko penyediaan layanan angkutan dikarenakan tingginya biaya operasional angkutan massal.
“Pemerintah memberikan lisensi pelaksanaan pelayanan kepada operator yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal,” ujar dia lewat keterangan tertulis dikutip pada Selasa, 6 Juni 2023.
Adapun evaluasinya, Djoko menjelaskan, pertama jumlah penumpang Program Teman Bus di 10 kota dengan skema BTS mengalami tren peningkatan. Adanya modal shifting dari pengguna kendaraan pribadi (roda 2 atau 4) untuk berpindah menggunakan BTS. Ada potensi peningkatan okupansi dan perbaikan kualitas layanan BTS.
“Sebanyak 62 persen penumpangnya beralih dari sepeda motor ke Bus BTS,” kata Djoko.
Kedua, dia melanjutkan, kehadiran insfrastruktur utama dan pendukung. Infrastruktur pendukung BTS di daerah masih belum memadai, seperti akses trotoar dan halte. Desain halte belum memberikan kemudahan untuk akses, dan rambu bus stop atau penanda pemberhentian bus tidak terlihat atau terpasang.
Kemudian ketiga, layanan BTS. Rute yang dipilih masih belum sesuai demand. Menurut dia, masih ada trayek BTS Teman Bus berhimpitan dengan trayek angkutan umum eksisting dan konflik dengan operator eksisting di beberapa kota/ provinsi yang dilayani BTS masih terjadi.
“Pada kondisi jam puncak (peak hour) sebagian besar rencana headway dan on time performance tidak terpenuhi akibat kemacetan lalu lintas, parkir di badan jalan,” ucap dia.
Selanjutnya keempat, Djoko berujar, dukungan pemerintah daerah. Pelaksanaan upaya push and pull dalam mendukung layanan Teman Bus belum optimal. Kebijakan itu di tingkat daerah masih harus ditingkatkan, karena masih sebatas sosialisasi penggunaan angkutan umum.
Kelima, kata dia, kelembagaan operator dan pengelola transportasi publik. Beberapa kota/ provinsi belum memiliki lembaga pengelola angkutan umum. Di beberapa daerah, operator eksisting sebagian besar masih berupa individu (pemilik dan pengemudi).
Selanjutnya: “Sehingga sulit untuk membentuk konsorsium..."