TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli), Budi Setiyadi, membeberkan dampak ditekennya Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024 terhadap industri.
Aturan itu ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu, 3 Mei 2023, yang di dalamnya terdapat standar biaya masukan untuk pengadaan kendaraan listrik para pejabat eselon I dan II, serta pegawai negeri sipil atau PNS.
“Dengan adanya aturan standar biaya masukan seperti ini kira-kira nanti akan mendorong pabrikan untuk melakukan RnD (Research and Development) beberapa produk yang menyesuaikan dengan harga pemerintah,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Sabtu, 27 Mei 2023.
Saat ini, menurut dia, industri kendaraan listrik khususnya sepeda motor listrik masih mencari satu bentuk yang cocok untuk pasar Indonesia. Selain itu, harga juga masih cukup bervariasi. Untuk harga sepeda motor listrik yang paling mahal atau premium, harganya kisaran Rp 40-50 jutaan, menengah Rp 28-30 jutaan, dan yang paling rendah itu Rp 10-12 jutaan
“Saya lihat banyak yang test the water disodorri mkan barang dengan kualitas seperti ini, disodorkan baterainya seperti ini dan sebagainya nanti akan terbentuk sebetulnya minat masyarakat itu yang gimana sih,” ucap Budi.
Budi melihat pekembangan industri akan semakin ramai, mulai dari sepeda motor listrik kelas bawah hingga yang premium. Karena menyusul PMK Nomor 49 Tahun 2023 itu akan semakin banyak yang menggunakan kendaraan listrik khususnya pejabat pemerintahan, dan akan muncul kepercayaan dari masyarakat yang ikut membelinya.
“Sejalan dengan pemerintah semakin masif di banyak provinsi, dan kabupaten kota nanti akan terbangun infrastruktur. Begitu banyak infrastruktur, masyarakat pasti akan mulai membeli,” tutur dia.
PMK Nomor 49 Tahun 2023 itu diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Rabu, 3 Mei 2023. Di bagian lampiran peraturan isebutkan nominal biaya untuk pengadaan sepeda motor listrik maksimal Rp 28 juta per unit. Sementara kendaraan listrik untuk operasional kantor dianggarkan maksimal Rp 430.080.000 atau Rp 430 jutaan per unit.
Sedangkan anggaran mobil listrik untuk pejabat eselon I maksimal Rp 966.804.000 per unit atau hampir Rp 1 miliar per unit. Sedangkan mobil listrik bagi pejabat eselon II maksimal Rp 746.110.000 per unit atau sekitar Rp 746 jutaan per unit. Khusus untuk pengadaan kendaraan dinas berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) belum termasuk biaya pengiriman dan pemasangan instalasi pengisian daya.
Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal atau Ditjen Anggaran Kemenkeu Lisbon Sirait mengatakan aturan itu mengikuti Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/ atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Menurut Lisbon, satuan biaya dalam aturan itu bukan instrumen untuk keputusan mengadakan kendaraan listrik. "Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) didorong menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai karena lebih efisien," kata Lisbon pada Senin, 22 Mei 2023.
Dia menjelaskan bahwa pengadaan kendaraan baru operasional pemerintah, baik itu konvensional atau kendaraan listrik, memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. "Kan kesannya pagu untuk kendaraan konvensional lebih rendah, (kendaraan) listrik lebih tinggi 10 persen," ujar Lisbon.
Artinya, kata Lisbon, standar biaya masukan kendaraan listrik dibuat berdasarkan harga kendaraan konvensional ditambah dengan 10 persen. “Jadi bukan menaikkan, tapi rata-rata harga kendaraan listrik memang relatif lebih mahal,” ucap dia.
MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Luhut Disebut Bakal Sosialisasikan Kendaraan Dinas Bertenaga Listrik ke Seluruh Kepala Daerah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini