TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi mendorong proses digitalisasi maju lebih cepat. Banyak hal serba terhubung lewat jaringan internet, tak terkecuali sistem perbankan yang menerapkan banking from anywhere yang menjadi standar baru buat operasi perbankan. Inovasi semacam ini, menurut EVP Corporate Communication & Social Responsibility Bank Central Asia (BCA), Hera F. Haryn, perlu diiringi pengamanan dengan standar keamanan berlapis, manajemen risiko dan liabilitas, serta akuntabilitas.
“Ini untuk menjaga data dan transaksi digital nasabah tetap aman dan terhindar dari kebocoran data melalui penerapan strategi dalam hal people, process, dan technology,” kata Hera kepada Tempo, Rabu, 31 Mei 2023.
People, menurut Hera, merupakan rantai paling lemah dalam keamanan digital. Sehingga, kata dia, perlu adanya edukasi berkelanjutan dan terus menerus, agar nasabah dapat terhindar dari serangan penjahat cyber.
Hera mengatakan BCA rutin mengedukasi dan mensosialisasikan keamanan digital kepada para nasabah baik luring maupun daring. Hal itu dilakukan misalnya lewat webinar, konten di media sosial, dan website BCA. Selain itu, mereka juga berkolaborasi dengan media nasional serta melakukan kampanye digital.
Agar data tetap aman, BCA telah tersertifikasi ISO 27001 untuk penerapan standarisasi sistem manajemen keamanan informasi serta PCI DSS untuk mengamankan transaksi kartu kredit.
Dalam hal teknologi, lanjut Hera, BCA juga menggunakan pengamanan berlapis dari perangkat security terkini dan handal, baik di sistem komputer, jaringan, aplikasi, maupun data. Khusus untuk pengamanan data, BCA juga dengan menerapkan teknologi Data Loss Prevention.
Aset-aset digital BCA, kata dia, juga terus dimonitoring sepanjang waktu melalui security operations center (SOC). “Agar terhindar dari risiko serangan siber dan kebocoran data.”
Direktur Digital & IT BRI, Arga M. Nugraha juga menyebut pentingnya meningkatkan kapabilitas dan kapasitas di aspek people. “Agar dapat menunjang peran kami masing-masing dalam transformasi digital yang berkelanjutan,” kata Arga, Rabu, 31 Mei.
Resiliensi sistem juga menurut Arga otomatis jadi fokus di jajaran Digital & IT tahun ini. Apalagi, menurut Arga, pertumbuhan pengguna layanan mobile banking superapp BRI, BRImo alami peningkatan hampir 2 kali lipat menjadi 26,2 juta pengguna dalam setahun terakhir.
Dampak dari peningkatan itu menurut Arga, perbankan harus punya kapasitas pemrosesan transaksi yang memadai untuk nasabah. “Hal ini kami lakukan dengan melakukan capacity planning yang disesuaikan dengan kurva pertumbuhan nasabah, atau bahkan melebihinya.”
Keberlanjutan layanan pun, menurut Arga, harus bisa dijamin. Antara lain melalui pemeliharaan berkala, upgrade perangkat dan aplikasi, redundansi perangkat, sistem, dan jaringan, pengamanan sistem dan informasi.
“Apabila yang terburuk tidak dapat terelakkan, maka pada titik itu upaya recovery kami akan bekerja,” tambahnya. Upaya-upaya dalam kategori ini menurut Arga meliputi penyiapan, pemeliharaan, dan simulasi terhadap prosedur disaster recovery, data dan system restoration. “Dalam prosedur operasional, kami siapkan juga aspek komunikasi, seperti call tree dan customer atau media handling.”