Dia berujar pembangunan jalan memiliki tahapan yang panjang, mulai dari pembebasan lahan, penyiapan badan jalan, pembangunan pondasi jalan dan pengaspalan. Karena itu, prosesnya memakan waktu yang tidak sedikit. Sehingga sangat mungkin menjadi tongkat estafet antar periode.
Ketika jalan sudah jadi pun, menurut Prastowo, belum tentu langsung tercatat pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai jalan nasional. Adapun penetapan ruas jalan menjadi jalan nasional mengacu pada kriteria teknis Peraturan Menteri PUPR Nomor 03 Tahun 2012.
Sementara yang ramai dibicarakan adalah panjang jalan nasional dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Data jalan nasional tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri PUPR, yang perubahannya disebabkan pada tiga hal. Pertama, peningkatan status jalan atau upgrade. Kedua, penurunan status jalan atau downgrade. Ketiga, pembangunan jalan baru.
"Dengan kata lain, perubahan panjang jalan nasional tidak sama dengan pembangunan jalan baru. Ada faktor perubahan status jalan yang harus diperhitungkan," tutur Prastowo.
Faktanya, ia mengungkapkan pembangunan jalan baru yaitu jalan fungsional, teraspal, terkoneksi, yang masuk Keputusan Menteri PUPR pada periode 2015-2022 tercatat 1.153 kilometer. Angka ini, termasuk dari 64 kilometer jalan baru yang tuntas pada periode sebelumnya yakni 2004-2014.
Lebih lanjut, dari total 1.217 kilometer tersebut tidak dapat dipisahkan dari 9.191 kilometer jalan nasional yang telah dibangun selama 2010-2022. "Karena sekali lagi ini adalah tentang kontinuitas. Terima kasih Pak Jokowi, Pak SBY, Bu Mega, dan para presiden sebelumnya," ujar Prastowo.
Setelah terbangun, dia menekankan tak boleh ada infrastruktur mangkrak yang malah tidak dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dia menilai Kementerian PUPR pun senantiasa melakukan OPOR (operasi, pemeliharaan, optimalisasi, dan rehabilitasi).
Selanjutnya: Untuk mendukung OPOR serta komitmen pada kontinuitas ...