TEMPO.CO, Jakarta - Sudah lebih dari enam bulan pemerintah Indonesia bersama negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group atau IPG menandatangani kemitraan pendanaan transisi energi yang dilakukan melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
Selama itu pula, belum ada kejelasan tentang peta jalan proyek-proyek transisi energi yang akan dilakukan oleh pemerintah. Sejumlah pihak pun bertanya-tanya tentang hal tersebut utamanya para aktivis lingkungan.
Finance Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengatakan, sekretariat JETP yang telah terbentuk saat ini seperti bekerja di ruang gelap karena tanpa keterbukaan informasi apalagi keterlibatan publik.
"Bagaimana publik bisa terlibat atau memberi masukan ke sekretariat JETP, nggak ketahuan," kata pria yang arab disapa Moko dalam diskusi yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu 24 Mei 2023.
Apalagi, kata Moko, saat ini statement tentang renewable energy seperti komitmen dalam pendanaan JETP itu belum satu suara dikeluarkan oleh sekretariat yang telah terbentuk.
"Sejauh ini belum pernah ada statement keluar dari sekretariat JETP," kata Moko.
Lebih jauh Moko mengatakan, dari informasi yang beredar, pemerintah pun belum memberikan komitmen yang jelas soal transisi energi. Menurutnya, transisi energi yang ditawarkan saat ini adalah solusi palsu.
"Harusnya kalau niatnya menurunkan emisi di tahun 2030, pemerintah harus jelas dong tentang strategi renewable energy, porsi-porsi yang akan digunakan JETP itu jelas ke mana saja larinya," kata Moko.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan penyusunan rencana investasi komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) selesai pada 16 Agustus 2023. Kajian tersebut menjadi landasan bagi keputusan komitmen pembiayaan transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership atau JETP.
"Sampai sejauh ini juga kami nggak tau sejauh mana CIP sudah berjalan, sudah sampai mana, sudah berapa persen, apa saja yang diakomodir, nggak tau," kata Moko.
Seperti yang diketahui, pemerintah RI bersama negara maju yang tergabung dalam International Partners Group atau IPG telah menandatangani kemitraan pendanaan transisi energi senilai USD 20 miliar pada 16 November 2022 lalu.
Adapun IPG terdiri dari pemerintah Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark dan Uni Eropa.
Pendanaan JETP Indonesia terdiri dari USD 10 miliar pendanaan publik dari anggota IPG dan USD 10 miliar dari swasta.
Institusi swasta tersebut merupakan institusi keuangan internasional anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yaitu HSBC, Citibank, Standard Chartered, Bank of America, Deutsche Bank, MUFG dan Macquarie.
Kemitraan pendanaan JETP Indonesia mengikuti kemitraan serupa IPG dengan Afrika Selatan pada 2021 sebesar USD 8,5 milyar dolar AS.
Selain itu, Vietnam juga menandatangani kemitraan JETP dengan IPG senilai USD 15,5 miliar pada Desember 2022.
Baca juga: Dugaan Upselling Donat J.Co Menjadi Pembicaraan di Media Sosial
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.