TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menanggapi curhat warganet yang mengeluhkan adanya praktik upselling tanpa persetujuan di salah satu gerai JCO di Jakarta.
Adapun upselling merupakan praktik menjual produk tambahan atau yang lebih tinggi daripada produk yaang ingin dibeli konsumen.
Hariyadi mengatakan bahwa interaksi antara customer dengan seller itu ada etikanya. Artinya, kata dia, penjual tidak bisa asal dalam melakukan upselling dan pelanggan tidak diinformasikan.
Apalagi ketika dibebankan tambahan biaya, kata Hariyadi, hal itu melanggar aturan dan prosedur pemasaran. "Kalau memakai pertanyaan yang seperti tidak merujuk untuk ada tambahan pembayaran padahal ada, itu namanya menyesatkan," ujar Hariyadi saat dimintai keterangan oleh Tempo, Selasa, 23 Mei 2023.
Intinya, kata Hariyadi, sebagai seller atau penjual tidak boleh merugikan konsumennya. Ketika ingin menawari upselling, harus ada persetujuan dari kedua belah pihak.
"Jadi marketing itu kalau upselling, harus tanya sama customer-nya, mau gak? Nah itu harus disampaikan. Yang jelas, sebagai seller itu tidak boleh merugikan konsumennya, intinya itu," kata dia.
Hariyadi pun menyoroti perilaku konsumen yang sering kali kurang teliti dan tidak memeriksa pembelian sebelum melakukan pembayaran. Akibat konsumen sering tidak teliti itu pula, menurut dia, akhirnya para penjual jadi sangat mudah untuk menggunakan praktik upselling tersebut.
Ia menilai konsumen harus teliti. "Contohnya, kalau dikasih bill, itu harus diperiksa. Kadang-kadang kan gak diperiksa, tuh. Karena kalau sampai kita bayar, dianggapnya sudah setuju," ucap Hariyadi.
Keluhan soal praktik upselling J.CO di antaranya muncul dari akun TikTok @syanaka (Aulia Zeins) melalui unggahannya yang diunggah ulang oleh akun @txtdari******* di media sosial Twitter.
Selanjutnya: Dalam video Tiktok miliknya,...