TEMPO.CO, Jakarta - Riset yang dilakukan Business & Human Rights Resource Center (BHRRC) bersama The Legal Rights and Natural Resources Center (LRC) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menemukan pelanggaran hak asasi manusia atau HAM dan lingkungan pada rantai pasok nikel di Asia Tenggara.
Riset BHRRC tersebut mengulas perusahaan-perusahaan nikel di Filipina dan Indonesia, serta kaitannya dengan ekstraksi nikel sebagai salah satu komponen penting baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
"Uraian ini memberikan ikhtisar tentang dua rantai pasokan nikel penting di Asia Tenggara yang masuk ke dalam produksi EV: Rio Tuba Nickel Mining Corporation (Rio Tuba) di Filipina dan dua perusahaan,Cina Zhejiang Huayou Cobalt (ZHC) dan CNGR Advanced Materials (CNGR) yang beroperasi di Indonesia," tulis BHRRC dalam laporannya, dikutip pada Selasa, 16 Mei 2023.
Perwakilan BHRRC di Asia Tenggara, Pochoy P. Labog, mengatakan bahwa rantai pasokan nikel di Filipina cukup linier. Di negara tersebut, bijih nikel diekstraksi di tambang Rio Tuba di Pulau Palawan dan diproses di pabrik Coral Bay Nickel Corporation (Coral Bay).
Lebih lanjut, nikel olahan itu dikirimkan ke Jepang untuk pemurnian lebih lanjut oleh Pabrik Isoura milik Sumitomo Metal Mining (Sumimoto MM).
"Sumitomo MM memproduksi bahan baterai yang dijual ke Panasonic Corporation (Panasonic), yang selanjutnya memproduksi Baterai EV yang digunakan oleh perusahaan EV seperti Tesla dan Toyota," ujar Pochoy.
Selanjutnya: Dugaan Pelanggaran Lingkungan dan HAM