TEMPO.CO, Jakarta - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai standar garis kemiskinan Indonesia tidak harus mengikuti standar Bank Dunia. Hal ini disampaikan Airlangga di sela acara Funwalk Sewindu PSN di Komplek Gelora Bung Karno pada Minggu pagi, 15 Mei 2023.
"Sesuai yang disampaikan Ibu Menkeu, kita masih menganut di angka hampir 2 dolar AS (per hari). Kita bisa hitung berbasis PPI," kata Airlangga. "Jadi, bisa berbeda dari sana (standar Bank Dunia)."
Sebelumnya, Country Director World (Bank Dunia) Indonesia Satu Kahkonen meluncurkan laporan "Pathways Towards Economis Security: Indonesia Poverty Assesment" oleh World Bank di The Energy Building, SCBD, Jakarta.
Kahkonen menyebut selama 20 tahun terakhir, terlihat kemajuan luar biasa dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Pada 2021, Presiden Jokowi disebut mengumumkan tujuan pemerintah memberantas kemiskinan ekstrem pada 2024.
Tahun ini, tingkat kemiskinan ekstrem berada di angka 1,5 persen pada 2023. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mencapai target objektif penurunan kemiskinan.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia dan pemerintah Indonesia atas pencapaian luar biasa ini. Namun ke depan, aspirasi Indonesia kini terfokus pada transisi menuju status berpenghasilan tinggi," ujar dia, dikutip dari Antara.
Untuk mencapai ambisi sebagai negara berpenghasilan tinggi, kata Kahkonen, diperlukan pemfokusan kembali tentang kebijakan guna mempertahankan kemajuan dalam pengentasan kemiskinan, mencapai pendapatan lebih tinggi, dan ketahanan ekonomi bagi masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan ambisi tersebut, lanjut Kahkonen, saat ini menjadi waktu yang tepat ntuk mempertimbangkan perluasan definisi orang miskin. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan menggunakan garis kemiskinan internasional sebesar 3,20 dolar AS per hari, alih-alih garis kemiskinan 1,90 dolar AS per hari yang saat ini digunakan.
"Jika kita menerapkan definisi kemiskinan yang lebih luas, sekitar satu dari enam orang Indonesia adalah orang miskin atau sekitar 40 juta," kata dia.
Selain itu, hampir 120 juta orang tidak aman secara ekonomi. Artinya, jika terjadi guncangan seperti pandemi Covid-19, mereka bisa jatuh miskin. "Kami di sini untuk membahas apa yang dapat dilakukan untuk mendukung 160 juta orang ini mencapai keamanan ekonomi," kata Kahkonen.
Dia mengatakan penilaian kemiskinan yang diluncurkan hari ini membahas tantangan yang terkait dengan perluasan keamanan ekonomi. Selain itu, mengenai bagaimana kebijakan yang dapat mendorong Indonesia menuju kemakmuran yang lebih besar.
RIRI RAHAYU | ANTARA
Pilihan Editor: Sri Mulyani Bakal Beri Tunjangan Daya Tahan Tubuh untuk ASN, Pengamat: Lebih Baik untuk Pengentasan Kemiskinan