TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Perindustrian (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz mengaku tidak khawatir dengan ancaman serikat buruh/pekerja untuk mogok kerja nasional. Adapun ancaman tersebut disampaikan ketika serikat buruh/pekerja menggelar aksi di peringatan Hari Buruh Internasional pada Senin, 1 Mei 2023.
"Monggo saja, itu hak para buruh atau pekerja yang tergabung dalam serikat. Tapi kan tidak semua mogok," tutur Adi kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 2 Mei 2023. "Sebetulnya juga tidak ada pengertian mogok nasional."
Menurut Adi, mogok kerja biasanya terjadi di masing-masing perusahaan. Namun, mogok kerja juga harus memiliki ukuran. Sebab jika tidak, pada akhirnya justru merugikan buruh/pekerja sendiri. Karena itu, dia berharap serikat buruh/pekerja lebih mengedepankan komunikasi dengan perusahaan.
"Bagaimana kalau (mogok kerja) sampai menganggu proses berjalannnya industri? Bagaimana kalau perusahaan kolaps? Yang rugi kita semua," ucap Adi.
Lebih lanjut, Adi mengingatkan jika pekerja memiliki keterikatan aturan dengan perusahaan. Artinya, segala perilaku memiliki konsekuensi masing-masing yang diatur dalam regulasi tersebut.
Seperti diketahui, dalam aksi peringatan Hari Buruh Senin kemarin, Presiden Serikat Konfederasi Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memang mengatakan bakal mengorganisir mogok nasional. Hal tersebut dilakukan jika pencabutan UU Cipta Kerja yang menjadi tuntutan serikat buruh/serikat pekerja tidak dikabulkan.
"Lima juga buruh yang akan mogok kerja itu berasal dari hampir 100 ribu perusahaan. Aksi mogok kerja akan dilakukan di 38 provinsi, 457 kabupaten dan kota," kata Said.
Presiden Partai Buruh ini mengatakan para buruh akan melakukan stop produksi. Aksi mogok kerja akan dilakukan sekitar Juli atau Agustus 2023. Buruh yang akan mogok kerja itu berasal dari berbagai industri, mulai dari tekstil, farmasi, buruh tani, hingga para pengemudi ojek online.
Terdapat sembilan isu yang menjadi sorotan Partai Buruh dalam Omnibus Law Cipta Kerja ini. Di antaranya, tentang upah minimum yang kembali pada konsep upah murah. Kemudian soal faktor outsourcing seumur hidup, karena tidak ada batasan jenis pekerjaan.
Selanjutnya ihwal status kerja kontrak yang berulang-ulang hingga 100 kali kontrak. Said menilai, itu yang dimaksud kontrak seumur hidup, karena dikontrak terus walaupun ada pembatasan 5 tahun.
Soal pesangon yang murah juga menjadi fokus tuntutan. Sebelumnya, aturan perundang-undangan seorang buruh ketika di-PHK bisa mendapatkan dua kali pesangon, sekarang hanya 0,5 kali.
Isu PHK yang dipermudah, pengaturan jam kerja, regulasi cuti, dan tenaga asing juga diserukan dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini. Terakhir, soal dihilangkannya beberapa sanksi pidana dari UU Nomor 13 Tahun 2003.
RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Buruh Soroti Upah Murah, Kadin: Tidak Ada Niat Pengusaha Menggaji Pekerja Serendah-rendahnya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.