Berikutnya, pertimbangan lain dari relaksasi ini adalah kepemilikan Indonesia lewat MIND ID di Freeport Indonesia yang mencapai 51 persen. Walhasil, larangan ekspor justru akan lebih banyak berdampak ke Indonesia sendiri. Kondisi ini sudah diungkap Arifin sejak pertengahan April lalu.
Kala itu, Arifin mengatakan larangan ekspor tembaga bagi Freeport Indonesia akan membawa potensi kerugian.“Oh pasti (ada potensi kerugian). Kalau misalnya dilarang, loss-nya banyak karena kita (saham pemerintah di PTFI) 51 persen. Dan kemudian ada lagi pendapatan-pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah,” ujar Arifin, di Jakarta, Senin.
Arifin mengatakan berdasarkan perkiraan, kerugian per tahun atas penghentian ekspor tembaga Freeport Indonesia bisa mencapai US$ 8 miliar dolar.
Menurut dia, sejatinya izin ekspor tembaga ke depannya tergantung dari pada perkembangan pembangunan smelter yang sejauh ini sudah mencapai 60 persen berdasarkan laporan per kuartal pertama 2023.
“Jadi progres cukup bagus. Cuma kalau larangan ekspor diberlakukan kan sahamnya pemerintah mayoritas 51 persen, belum pendapatan-pendapatan (pajak). Ini yang harus kita cermati,” ujar dia.
Saat itulah, Arifin sudah mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera membahas opsi-opsi relaksasi terkait larangan ekspor tembaga ini.
Pilihan Editor: Menjelang ASEAN Summit, UMKM dari NTT Siapkan Tenun Manggarai Barat untuk 11 Kepala Negara ASEAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini