TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan bertemu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pada awal pekan depan. Pertemuan tersebut digelar untuk membahas utang subsidi selisih harga kepada pengusaha ritel senilai Rp 344 miliar.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim menilai pertemuan ini mendesak, mengingat Aprindo sempat mengancam bakal menghentikan penjualan minyak goreng di ritel modern sebelum utang ini dibayarkan.
"Kami akan mengundang secara formal Aprindo berdiskusi untuk membicarakaan (utang) dan mengimbau agar tidak memboikot penjualan migor. Mudah-mudahan awal minggu depan ini.," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim saat ditemui Tempo di kantornya,
Adapun utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peretail menjual minyak goreng Rp 14.000 per liter pada awal tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 42.000 gerai yang menerapkan harga tersebut meskipun pemasok membanderol di atas Rp 14.000.
Perintah tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 dan 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pengusaha retail sepekat memenuhi penugasan itu karena pemerintah berjanji akan mengganti selisih harga tersebut dari uang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Isy berujar Kemendag sudah berkomunikasi dengan Aprindo melalui sambungan telepon sebelum Lebaran 2023. Dia juga mengaku sudah mengundang Aprindo untuk bertemu. Namun karena waktu tidak cocok, kata Isy, pertemuan itu dibatalkan.
Menurut Isy, pemerintah belum membayar utang tersebut lantaran pihaknya masih terkendala proses verifikasi. "Utang bisa dibayarkan kalau berkas itu lengkap dan benar dan itu sudah ada dari hasil verifikasi dari surveyor independen. Tapi penyelesaian verifikasi dari surveyor independen ini kan melebihi batas waktunya," tutur Isy.
Ia menjelaskan proses verifikasi terlambat lantaran Kemendag sempat gagal melakukan lelang pemilihan surveyor independen. Sementara surveyor independen yang bertugas untuk melakukan verifikasi ini tetap harus melalui proses lelang atau tidak boleh ditunjuk langsung. Alhasil, Kemendag pun melakukan proses lelang ulang.
Selanjutnya, Kemendag melakukan mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 dan menggantinya dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Garfa Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Kebijakan ini, menurut Isy, memunculkan kekhawatiran ihwal aspek hukum pembayaran utang rafaksi kepada pengusaha ritel.
Akhirnya, Kemendag memutuskan untuk meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut Isy, Kejaksaan Agung pun masih mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menganalisis masalah ini, sehingga ia berharap pengusaha ritel bisa menunggu sampai Kejaksaan mengungkapkan pendapat hukumnya.
Pilihan Editor: Kemendag Beberkan Alasan Pemerintah Belum Bayar Utang Subsidi Minyak Goreng Rp 344 Miliar ke Perusahaan Ritel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.