TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemulihan ekonomi global masih menghadapi sejumlah tantangan. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur global kembali terkontraksi di akhir triwulan pertama 2023. Menurut dia, aktivitas manufaktur di hampir 60 persen negara G20 dan ASEAN masih kontraktif.
“Ada 27,3 persen negara lainnya berada di zona ekspansi, namun melambat. Sementara hanya 13,6 persen negara yang PMI manufakturnya terus terakselerasi di zona ekspansif termasuk Indonesia, India, dan Turki,” ujar dia dalam konferensi pers virtual APBN Kita pada Senin, 17 April 2023.
Sri Mulyani mengatakan secara umum, harga komoditas global termoderasi. Harga gas alam dan batu bara menunjukkan tren menurun, sedangkan harga minyak mentah mengalami kenaikan sebagai dampak dari diterapkannya kebijakan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC.
Harga komoditas pangan juga menunjukkan penurunan, meskipun kedelai masih berada di level yang cukup tinggi, sedangkan jagung dan gandum sedikit terkoreksi. Volatilitas harga komoditas, kata Sri Mulyani, masih menjadi faktor penting yang mempengaruhi laju inflasi serta kebijakan moneter negara-negara.
“Tingkat inflasi di Eropa dan Jepang mengalami kenaikan dan masih relatif jauh di atas suku bunga acuan. Inflasi Amerika Serikat meski menurun namun secara historis juga masih tinggi,” tutur Sri Mulyani.
Kenaikan inflasi tersebut, bendahara negara melanjutkan, direspon oleh banyak negara dengan menaikkan suku bunga acuan, sehingga memukul perekonomian cukup tajam tahun ini. Risiko global lainnya yang masih cukup dominan antara lain tekanan di sektor keuangan, potensi krisis utang di berbagai negara (debt distress), eskalasi perang di Ukraina, serta adanya fragmentasi geoekonomi.
Menurut Sri Mulyani, hal itu membuat IMF menurunkan ekspektasinya terhadap pertumbuhan ekonomi global tahun ini pada World Economic Outlook (WEO) April 2023, yaitu sebesar 2,8 persen (year on year/ YoY). Sedikit lebih lemah dari proyeksi awal tahun, namun lebih tinggi dari pada proyeksi tahun lalu.
“Meski tahun ini perekonomian global melambat, namun pertumbuhan global diperkirakan membaik di tahun 2024 (proyeksi IMF 3,0 perse YoY),” ucap dia.
Indonesia dalam konteks pertumbuhan ekonominya, menurut Sri Mulyani, masih terjaga, semua indikator menunjukkan tren yang membaik, dan ini juga dipengaruhi oleh kinerja anggaran pendapatan belanja negara (APBN). “Dan APBN juga tetap kita jaga untuk tetap memiliki kinerja dan juga posisi yang baik, itu adalah sesuatu yang harus kita jaga dan kita syukuri,” tutur Sri Mulyani.
Meski outlook global melambat, dia berujar, Indonesia diperkirakan termasuk salah satu negara yang masih mampu tumbuh kuat di 2023. IMF memproyeksikan Indonesia tumbuh di angka 5,0 persen YoY pada 2023. Prospek perekonomian domestik baik dari sisi produksi maupun konsumsi masih cukup kuat didukung kinerja APBN yang terjaga hingga kuartal satu 2023.
“Meski demikian, kewaspadaan dan mitigasi tetap dilakukan mengantisipasi ketidakpastian di sepanjang 2023,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Istana Klarifikasi Pidato Jokowi di Jerman: Penutupan Seluruh PLTU pada 2050, Bukan 2025
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.