TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz di Guesthouse Lower Saxony, Hannover, Jerman, pada Minggu, 16 April 2023. Lebih lanjut dalam pertemuan ini, kedua pemimpin menyepakati kerja sama Government to Government (G to G) terkait Joint Declaration of Intent on Join Economic and Investment Committee.
"Mengenai pembentukan forum gabungan sektor pemerintah dan swasta untuk membahas peningkatan kerja sama ekonomi dan investasi,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang ikut dalam pertemuan, saat memberikan keterangan pers.
Selain itu, disepakati pula Joint Declaration of Intent in The Feed of Digitalization antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Digital dan Transformasi Jerman untuk mendukung pengembangan transformasi digital.
Sementara itu, dalam kerja sama Business to Business (B to B), Retno menyampaikan sudah terbentuk sebanyak 18 kesepakatan yang memiliki nilai kurang lebih Rp 27,9 triliun. “Yaitu di sektor sustainaibility dan transisi energi, investasi, inovasi start up, dan making Indonesia 4.0,” kata Retno.
Sebelum bertemu Olaf, Jokowi lebih dulu bertemu tiga pemimpin perusahaan Eropa di Hotel Kastens Luisenhoff, Hannover, Jerman. Ketiga perusahaan menyatakan minat untuk berinvestasi di Tanah Air yaitu BASF, Eramet, dan Volkswagen melalui perusahaan baterai yang mereka miliki, PowerCo.
BASF asal Jerman misalnya, menyampaikan secara langsung bahwa pihaknya akan melakukan investasi di Maluku Utara. Tujuannya dalam rangka pembangunan ekosistem baterai mobil.
"Kurang lebih investasinya sekitar US$ 2,6 miliar,” kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang juga ikut bersama Jokowi, dalam keterangannya usai pertemuan.
Nantinya, BASF akan bekerja sama dengan perusahaan Prancis, Eramet, untuk menciptakan ekosistem tersebut dan diklaim menerapkan praktik usaha yang memperhatikan ESG (Environment, Social and Government) lingkungan dan menggunakan energi hijau. “Proses pembangunannya akan mulai dilakukan di akhir tahun 2023 ini,” kata Bahlil.
Kemudian, Bahlil menjelaskan perusahaan Volkswagen asal Jerman, melalui PowerCo, juga akan membangun ekosistem baterai mobil di Indonesia. Bahlil menyebut PowerCo akan bekerjasama bersama sejumlah perusahaan, termasuk perusahaan nasional.
Lebih lanjut, Jokowi menyampaikan sejumlah isu saat bertemu Olaf, salah satunya yaitu soal pentingnya mewujudkan hubungan ekonomi yang setara antara Indonesia-Jerman dan Indonesia-Uni Eropa.
“Untuk itu berbagai regulasi Uni Eropa yang menghambat kesejahteraan perlu dibenahi," kata Retno. Selain itu, kata Retno, Jokowi juga meminta dukungan Jerman agar perundingan perjanjian Indonesia-EU CEPA dapat segera dituntaskan.
Selama ini, hubungan Indonesia dan Uni Eropa kerap diwarnai pertikaian menyangkut ekspor impor komoditas. Tahun lalu, Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa atas kebijakan larangan ekspor nikel.
Dalam putusan WTO itu dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Selain soal nikel, pertikaian terjadi menyangkut sawit Indonesia yang ramai disuarakan mendapat diskriminasi di Eropa. Masalah belum selesai, karena Desember tahun lalu, Uni Eropa telah menyetujui Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) alias UU Anti Deforestasi. Undang-undang baru ini bertujuan untuk mencegah perusahaan menjual kopi, minyak sawit, kedelai dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi ke pasar mereka. Indonesia termasuk negara yang akan terkena dampak aturan baru itu bersama Brasil dan Kolombia.
Undang-undang akan mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi pada perusakan hutan sebelum mereka menjual barang ke Uni Eropa- atau mereka dapat menghadapi denda yang besar.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini