TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Monyet Ekor Panjang menyebut monyet liar di Indonesia ditangkap secara brutal. Tak hanya itu, monyet tersebut juga dieskpor tanpa Non-Detriment Finding (NDF), studi yang menilai dampak negatif ekspor terhadap kelangsungan hidup spesies.
Mengutip data Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Cites), Indonesia mengekspor 360 monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ditangkap secara liar. Monyet-monyet tersebut dikirim ke Amerika Serikat (AS) untuk pengujian uji coba hewan.
“Menurut peraturan Cites, aktivitas ekspor spesies Apendiks II yang ditangkap dari alam—seperti monyet ekor panjang, negara eksportir harus menunjukkan bahwa penangkapan itu tidak akan berdampak buruk pada populasi liar,” kata Koalisi Monyet Ekor Panjang dalam keterangan tertulis pada Jumat, 31 Maret 2023.
Sementara itu, Action for Primates pada 2021 juga merilis rekaman penangkapan brutal monyet ekor panjang di mana bayi monyet dirampas dari induknya dan monyet pejantan yang tidak diinginkan dibantai.
“Kami dari Koalisi Monyet Ekor Panjang mendesak pemerintah segera memberikan klarifikasi dan kejelasan atas satu dokumen NDF yang telah diajukan untuk monyet liar yang dilaporkan Indonesia pada Cites, untuk tujuan ekspor ke AS 2021, agar dibuka ke publik,” tulis koalisi ini.
Selain itu, Koalisi Monyet Ekor Panjang juga menuntut klarifikasi terkait monyet ekor panjang liar yang ditangkap dan diekspor pada 2022, serta adanya izin penangkapan dan ekspor monyet ekor panjang yang diberikan pada 2023.
Adapun data ekspor monyet ekor panjang dari Indonesia pada 2022 belum diketahui. Sebab, belum ada data terkait yang dibuka pemerintah.
“Di BPS (Badan Pusat Statistik) sendiri ada laporan ekspor ke US, namun tercantum nilai ekspornya, sementara harga satu individu sudah berubah dari tahun 2021,” kata Koalisi Monyet Ekor Panjang pada Tempo, Sabtu 1 April 2023.
Berdasarkan penelusuran Tempo di laman resmi BPS, valuasi ekspor mamalia primata hidup ke AS pada 2021 mencapai US$ 120 ribu atau sekitar Rp 1,79 miliar. Jumlah ini meningkat pada 2022 menjadi US$ 979,5 ribu atau sekitar Rp 14,6 miliar.
Sementara itu, salah satu pendiri lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional Action for Primates Sarah Kite mengatakan monyet ekor panjang adalah bagian dari ekosistem yang kaya dan beragam.
"Namun, meskipun status konservasi spesies tersebut diangkat menjadi Terancam Punah oleh Daftar Merah IUCN pada tahun 2022, monyet ekor panjang tidak dilindungi," ujar Sarah Kite melalui pesan tertulis pada Tempo, Sabtu 1 April 2023.
Menurut Sarah Kite, tanpa perlindungan tersebut dan diberi label sebagai 'hama', monyet ekor panjang dianiaya, dibunuh atau ditangkap untuk dikirim ke fasilitas penangkaran dan laboratorium atau dijual di pasar dan tempat perdagangan hewan peliharaan .
Tak hanya itu, Sarah Kite menilai bayi monyet ekor panjang bisa diambil dari ibunya dan dijadikan sebagai hewan peliharaan, disalahgunakan untuk mendapatkan 'like' dan keuntungan online atau dipaksa untuk tampil di jalanan sebagai hiburan.
''Action for Primates kaget mengetahui bahwa Indonesia tercatat mengekspor 360 kera atau monyet ekor panjang hasil tangkapan liar ke AS pada tahun 2021 untuk penelitian dan pengujian hewan," ujar Sarah.
Pilihan Editor: Gubernur Bali Kirimi Luhut Surat Soal Pembangunan Terminal LNG, Apa Isinya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini