TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebut insiden meledak dan terbakarnya kilang minyak Pertamina Dumai, Riau, pada Sabu, 1 April 2023, membuktikan bahwa sistem keamanan Pertamina sangat buruk. Terlebih sebulan lalu, tepatnya 3 Maret 2023, juga terjadi kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara.
"Saya kira ini sudah keterlaluan," ujar Fahmy kepada Tempo, Minggu, 2 April 2023. "Pertamina tidak mau belajar bahwa kebakaran serupa memang bisa terjadi lagi."
Fahmy juga menilai Pertamina tidak serius untuk mencegah agar insiden seperti ini tidak terus berulang. Pasalnya, kejadian kebakaran di depo atau kilang perusahaan plat merah itu tidak terjadi sekali dua kali. Sebelum kebakaran Kilang Minyak Dumai dan Depo Plumpang, kebakaran di antaranya pernah terjadi di Kilang Minyak Balikpanan, Kilang Minyak Cilacap, dan Kilang Minyak Balongan. Bahkan, Kilang Minyak Dumai juga sempat terbakar pada 2014 lalu.
"Kebakaran terjadi lagi dan lagi. Penyebabnya selalu petir, itu kan nggak masuk akal," ucap Fahmy. "Kejadian berulang seperti ini tidak bisa ditoleransi lagi."
Menurut Fahmy, Pertamina bersikap abai terlalu menyederhanakan perkara ini. Sebab, kata dia, kemungkinan aset sudah diasuransikan. Sehingga tidak terlalu khawatir soal kerugian. "Tapi saya kira meski sudah diasuransikan, itu kan bisa menganggu operasional Pertamina dalam penyediaan di kilang ataupun Depo," ujarnya.
Pertamina, lanjut Fahmy, mestinya menggunakan standar internasional dalam mengamankan aset strategis dan berisiko yang dipunya. Pertamina perlu belajar dari negara-negara lain, seperti Arab Saudi, yang menerapkan standar zero accident.
"Kita hampir tidak pernah mendengar kebakaran kilang di Arab. Sementara di Pertamina, accident terjadi berulang. Keterusan," ucap Fahmy.
Selanjutnya: Pertamina meminta maaf dan bertanggung jawab atas kerugian