“Apa itu? emas ya. Impor emas, batangan yang mahal-mahal itu tapi di dalam suratnya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah,” kata Mahfud.
Kemudian, Mahfud melanjutkan, pihak Bea Cukai mengatakan bahwa itu merupakan emas mentah yang dicetak di Surabaya. Kemudian dicari pabrik cetak emas itu di Surabaya, ternyata tidak ada. “Itu menyangkut uang miliaran, enggak diperiksa (oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu),” tutur dia.
Padahal laporan itu diberikan tahun 2017 oleh PPATK. Laporan tidak menggunakan surat, melainkan data langsung dari Kepala PPATK dan diterima oleh Kemenkeu yang diwakili Direktur Jenderal Bea Cukai, Inpektur Jenderal, dan dua orang lainnya.
“Nih serahkan, kenapa tidak pakai surat? Karena ini sensitif masalah besar. Dua tahun enggak muncul, tahun 2020 dikirim lagi, enggak sampai ke Bu Sri Mulyani. Sehingga bertanya ketika kami kasih itu. Dan dijelaskan tadi yang salah,” ucap Mahfud.
Pilihan editor: Wamenkeu Beberkan Transaksi Janggal Rp 22 Triliun yang Berkaitan dengan Pegawai Kemenkeu dan Korporasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini