Pada masa kependudukan Belanda, nama resmi Bea Cukai adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A). Bila diterjemahkan secara bebas, artinya Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai.
Tugas institusi tersebut saat itu adalah memungut invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/cukai). Bea sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, dan cukai berasal dari bahasa India.
Secara khusus, tugas memungut bea baik impor maupun ekspor, serta cukai inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
Adapun peraturan yang melandasi terbentuknya lembaga tersebut di antaranya adalah Gouvernment Besluit Nomor 33 tanggal 22 Desember 1928 yang kemudian diubah dengan keputusan pemerintah tertanggal 1 Juni 1934.
Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tentang Pembukaan Kantor-kantor Pemerintahan di Jawa dan Sumatera tanggal 29 April 1942, tugas pengurusan bea impor dan bea ekspor ditiadakan. Kala itu, Bea Cukai sementara hanya mengurusi cukai saja.
Barulah ketika Indonesia merdeka, lembaga Bea Cukai dibentuk pada tanggal 1 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Ketika itu Menteri Muda Keuangan, Sjafrudin Prawiranegara, menunjuk R.A Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Tanggal tersebut kemudian disebut hari lahir Bea Cukai Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai, yang bertahan sampai tahun 1965. Sejak tahun 1965 hingga kini, nama lembaga tersebut berubah menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
RR ARIYANI
Pilihan Editor: Kronologi Pegawai Bea Cukai Viral Usai Komentari Curhat Warganet Soal Pajak hingga Direspons Stafsus Sri Mulyani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.