“Pengusaha sulit, buruh juga sulit. Kalau daya beli turun, buruh tidak bisa membeli barang yang dioroiduksi pengusaha, justru akan menghantam lebih banyak,” kata dia.
Ketiga, aturan itu memperjelas adanya diskriminasi upah. Padahal, dalam UU Perburuhan dan Konvensi ILO No 133, tidak boleh ada diskriminasi upah. “Kalau ada perusahaan padat karya orientasi ekpsor dan ada yang tidak ekspor, kenapa didiskriminasi?" Ujar Said Iqbal.
Keempat, Pemenaker dinilai tidak adil karena sebelumnya perusahaan padat karya sudah mendapat banyak kompensasi. Said menilai industri padat karya orientasi ekspor akan tetap untung sekalipun oder produksinya berkurang. Karena perusahaan orientasi ekspor tukang jahit, di mana setiap pcs produknya sudah dihitung keuntungannya.
Selain itu, Said melanjutkan, perusahaan sudah menerima tax holiday, menerima keringanan bunga bank, tax amnesty, dan berbagai kemudahan yang lain. Sudah mendapat beragam kemudahan, sekarang upah buruh pun dipotong.
“Seharusnya pemerintah memberi keringanan insentif bagi perusahaan padat karya maupun padat modal yang mengalami kesulitan. Bukan potong sana, potong sini, seperti HRD, yang memotong upah ketika buruh tidak masuk dan telat datang ke perusahaan,” kata Said.
Pilihan Editor: Serikat Buruh: Krisis Global Hanya Dalih Potong Gaji, Banyak Perusahaan Berekspansi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.