Di dalam surat ini adalah, surat yang tadi 36 halaman nomor satu yang tidak ada angkanya, yang ini 46 halaman lampirannya, berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kementerian Keuangan 2009 sampai 2023. Lampirannya itu daftar surat yang ada disitu 300 surat dengan nilai transaksi Rp 349 triliun.
Kami ingin sampaikan sebagai berikut. Satu, dari 300 surat tadi, 65 surat adalah berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada di dalamnya orang Kementerian Keuangan. Jadi, ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau orang lain. Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, terutama menyangkut ekspor impor, maka kemudian dia dikirimkan oleh PPATK kepada kami. 65 surat itu nilainya Rp 253 triliun.
Artinya, PPATK menengarai adanya transaksi didalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti yang ditengarai mencurigakan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa mem-follow up, menindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi kita.
99 surat dari 300 surat tadi ya adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dan nilai transaksinya Rp 74 triliun. Jadi, dalam hal ini aparat penegak hukum. Sedangkan ada 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil karena yang tadi 253 plus 74 itu sudah lebih dari Rp 300 triliun.
Jadi, saya akan memberikan satu contoh supaya media sedikit memahami yang tadi disampaikan oleh Pak Menko secara baik mengenai definisi pencucian uang dan yang disebut transaksi mencurigakan.
Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat nomor 205/PR/012020 dikirimkan pada bulan Mei, 19 Mei 2020 pas tengah-tengah Covid kita.
Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp 189,273 triliun. Bayangkan tadi totalnya Rp 340 triliun dan ini satu surat saja Rp 189,273 triliun. Tentu saja karena ini angkanya besar, langsung kita melakukan penyelidikan dan saya minta seluruh Pajak, Bea Cukai untuk melihat surat tersebut, dan melihat dan meneliti apa yang menjadi data dan informasi. Disebutkan oleh PPATK ada 15 individu dan entitas, itu perusahaan dan nama orang, yang tersangkut Rp 189,273 triliun tersebut.
Ini adalah transaksi 2017 hingga 2019 sebelum pandemi. Ternyata sesudah dilihat surat tersebut, satu faktanya, dari Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK by hand, melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan, dan juga kegiatan money changer, dan kegiatan lainnya.
Kemudian Bea Cukai melakukan seluruh penelitian terhadap 15 entitas itu, umpanya impor barang emas batangan Rp 326 miliar tahun 2017, naik ke Rp 5,6 Triliun, 2019 turun drastis ke Rp 8 triliun. Ekspornya Rp 4,7 triliun 2017, turun ke Rp 3,5 triliun, dan 2019 turun ke Rp 3,6 triliun.
Dari transaksi itu kemudian dilakukan penelitian dan kemudian dilakukan pembahasan bersama PPATK. Jadi ini kejadian tahun 2020, sudah ada follow up-nya, Bea Cukai yang menerima data langsung dari PPATK melakukan penelitian, bulan Mei mendapatkan surat, September dilakukan pembahasan bersama PPATK.
Ini yang tadi disampaikan pak menko, LHA (Laporan Hasil Analisis) kemudian dilakukan follow up. Pada saat yang sama waktu Bea Cukai mengatakan tidak ditemukan di Bea Cukai adanya kecurigaan, maka Pajak masuk. Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan surat tembusan tadi juga, yaitu yang nomor 205 dan pada saat yang sama PPATK mengirim surat kepada Pajak nomor 595. Di dalam surat 595 ini transaksinya lebih besar lagi, yaitu Rp 205 triliun, kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dan jumlah entitasnya dari 15 menjadi 17.
Selanjutnya: 17 kasus tindak pidana pencucian uang di Kemenkeu