TEMPO.CO, Bandung - Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan, pembiayaan infrastruktur sektor air selama ini banyak bergantung pada pembiayaan pemerintah.
“Padahal sektor pemerintah, state budget itu hanya bisa menampung )membiayai) kurang lebih 30-37 persen. Sehingga kalau kita mau mengejar target SDGs tahun 2030 kita harus mengundang pihak swasta. Di sinilah kita perlu membuat skema pembaiyaan sedemikian rupa yang terjangkau bagi masyarakat, tapi juga menarik bagi swasta,” kata Herry selepas membuka workshop “Blended Finance for Water Sector” di ITB, Bandung, Senin, 20 Maret 2023.
Herry mengatakan, masalah pembiayaan tersebut menjadi perhatian dunia. Workshop yang berlangsung di ITB tersebut menjadi rangkaian side event menjelang 10th World Water Forum yang akan berlangsung pada Mei 2024 di Bali. Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah.
“Topik hari ini akan membahas blended finance untuk sektor air. Blended finance itu bagiaman kita mengombinasikan resources, resources itu ada yang mahal, ada yang murah, ada yang gratis,” kata Herry.
Herry mengatakan, hasil worskhop tersebut diharapkan bisa mendapati formula skema pembiayaan yang terbaik. “Diharapkan nanti dari sini kita bisa memformulasikan skema yang paling baik itu seperti apa,” kata dia.
Herry mencontohkan kebutuhan infrastruktur sektor air Indonesia. “Yang perpipaan saja baru 20 persen, artinya kita masih ada potensi peluang mengekspan yang 80 persen. Sebagai ilustrasi, RPJMN untuk meningkatkan 20 persen jadi 30 persen itu butuh dana Rp 123,4 triliun dalam 5 tahun. Kalau 80 persen itu seribuan triliun lebih, jadi potensinya luar biasa. Makanya hari ini kita coba diskusikan format seperit apa sehingga swasta bisa masuk, tapi tetap airnya affordable buat masyarakat karena air itu masalah semua orang,” kata dia.
Herry mengatakan, kendala pelibatan swasta dalam membangun infrastruktur publik umumnya pada kepastian rencana bisnis yang ditawarkan. “Swasta itu yang dibutuhkan kepastian. Nah ini yang harus disediakan untuk bisa membuat bussiness plan yang pasti, berarti harus ada kepastian pendapatan, karena biaya dilakukan di depan dan akan dikembalikan dalam waktu 20-30 tahun,” kata dia.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja membenarkan soal pembiayaan yang selama ini menjadi kendala dalam membangun infrastruktur publik di sektor air. “Itu memang kami rasakan betul. Ketika pemerintah hanya mengandalkan uang pemerintah saja untuk mengekspansi atau untuk mengejar akses terahadap perpipaan saja masih jauh. Kemampuan dari pemerintah dan pemerintah daerah barangakali hanya 20-30 persen,” kata dia.
Setiawan mengatakan, Jawa Barat saat ini tengah menggarap empat proyek terkait penyediaan air baku dengan melibatkan swasta. Skema yang digunakan tersebut misalnya KPBU atau PPP, Unsolicited PPP, serta Busssines to Bussiness (B to B). Misalnya proyek SPAM Jatigede untuk penyediaan air baku Cirebon Raya yang pembiayaannya menggunakan skema KPBU, serta akses pipa ari baku Bandung Selatan.
Selanjutnya: Di Bandung Selatan itu posisinya....