"Kami ingin menjadikan pelaku UMKM menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kami ingin ada kebanggaan setiap warga membeli dan menggunakan produk UMKM," ucapnya.
Teten pun mencontoh Korea Selatan dengan branding Korean Wave. Menurut dia, strategi itu telah berhasil mempengaruhi perilaku hampir seluruh wilayah Asia, terutama merek pakaian Korea dan budaya K-Popnya.
Pemerintah pun telah melarang perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting yang kini sedang marak. Teten menilai, alangkah malunya jika masyarakat Indonesia lebih memilih impor pakaian bekas ketimbang menggunakan brand fesyen lokal UMKM yang sudah mulai berkembang. Di antaranya Hammer, Eiger, Danjyo Hiyoji, Sejauh Mata Memandang, Cotton Ink, Monday to Sunday, Monstore, Nikicio, Toton, Et cetera, Major Minor, dan Rêves Studio.
"Impor ilegal pakaian bekas bisa menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Jika hal ini terjadi, akan banyak UMKM gulung tikar dan banyak orang kehilangan pekerjaan," tutur Teten.
Pilihan Editor: KCIC Buka Lowongan Kerja Penerjemah Bahasa Mandarin untuk Berbagai Lulusan S1
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini