TEMPO.CO, Jakarta - Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di Republik Indonesia. Mengutip bi.go.id, menurut UU nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, uang palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum.
Berdasarkan hal tersebut, pemberantasan uang palsu dilakukan oleh pemerintah melalui suatu badan yang mengoordinasikan pemberantasan rupiah palsu yakni Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). Ini terdiri dari Badan Intelejen Negara, Polri, Kejaksaan Agus, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia.
Nugroho Joko Prastowo Kepala Kantor Perwakilan BI Kota Solo kepada awak media di sana pada Rabu, 2 November 2022, mengingatkan masyarakat untuk senantiasa waspada terhadap peredaran uang palsu. Joko menyebutkan peredaran uang palsu dapat dicegah dengan 3D yakni dilihat, diraba, dan diterawang. Menurutnya sudah cukup untuk menghindarkan masyarakat dari uang palsu apabila cermat melaksanakan 3D.
"3D ini adalah cara paling dasar dan umum yang bisa dilakukan masyarakat agar terhindar dari uang palsu. Terutama dengan diraba ya, karena yang paling sulit dipalsukan itu adalah dari diraba, karena lembar uang yang asli pasti akan terasa kasar bila diraba di beberapa bagian uang itu," kata Joko.
Jika dirasa belum cukup, Joko mengatakan terdapat cara lain untuk mengidentifikasi keaslian uang di antaranya dengan lampu ultraviolet, ini dikenal dengan cara semi terbuka. "Untuk memastikan uang asli atau palsu itu bisa juga dengan alat sinar ultraviolet," katanya.
Cara selanjutnya untuk mengidentifikasi keaslian uang adalah dengan melakukan uji laboratorium. "Uji laboratorium ini terkait bahan kertasnya, bahan pengamannya, untuk memastikan apakah itu yang asli atau palsu," kata dia.
Joko menjelaskan sebenarnya kunci mencegah peredaran uang palsu ada pada masyarakat dan perbankan. Uang palsu tidak akan masuk ke peredaran apabila tidak melalui perbankan atau masyarakat.
"Melalui perbankan, ketika uang disetor ke bank dan banknya lewat (lolos). Berarti akan beredar kan? Atau melalui masyarakat karena dibelanjakan, dan masyarakat lewat atau tertipu. Maka edukasinya harus dijalankan," ujarnya.
Jika saat bertransaksi masyarakat menerima uang palsu, maka BI menyarankan untuk menolak dan menjelaskan secara sopan keraguan terhadap keaslian uang tersebut. Minta pihak pemberi memberikan uang lainnya sebagai pengganti uang itu, lakukan pengecekan uang. Sarankan kepada pihak pemberi untuk melakukan pengecekan uang ke bank, kepolisian, atau meminta klarifikasi langsung ke kantor BI terdekat. Gunakan praduga tak bersalah, sebab pihak pemberi bisa jadi merupakan korban.
Apabila setelah bertransaksi menerima uang palsu, BI meminta agar penerima menjaga fisik uang tersebut dan tidak mengedarkan kembali uang yang diragukan keasliannya. Penerima diharapkan melaporkan hasil temuan disertai dengan uang yang diragukan keasliannya kepada bank, kepolisian, atau meminta klarifikasi langsung ke kantor BI terdekat.
Pilihan Editor: BI Jateng: Kasus Peredaran Uang Palsu Terbesar Sepanjang Tajun 2022 Ada di Sukoharjo
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.