TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia diperkirakan melemah dalam perdagangan Senin, 20 Maret 2023, yaknidi rentang US$63,69 - US$68,90 per barel.
Adapun dalam perdagangan Minggu, 19 Maret 2023, harga minyak dunia berada di level US$66,25 per barel.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan harga minyak menetap lebih rendah pada Jumat, 17 Maret 2023, membalikkan kenaikan awal lebih dari 1 dolar AS per barel. Hal ini terjadi karena kekhawatiran sektor perbankan menyebabkan kedua tolok ukur tersebut mencapai penurunan mingguan terbesar dalam beberapa bulan.
Minyak mentah Brent berjangka turun US$1,73 atau 2,3 persen menjadi US$72,97 per barel. Minyak mentah antara West Texas Intermediate AS turun 1,61 dolar AS atau 2,4 persen, menjadi US$66,74 per barel. Pada sesi terendahnya, kedua benchmark turun lebih dari US$3. Brent turun hampir 12 persen dalam seminggu, penurunan mingguan terbesar sejak Desember. Kontrak berjangka WTI turun 13 persen sejak penutupan Jumat, terbesar sejak April 2022 lalu.
“Fundamental yang mendasarinya tidak seburuk apa yang diperkirakan di sini. Tapi ada kekhawatiran bahwa minyak tidak seaman uang tunai atau emas. Apalagi ambruknya beberapa bank di AS dan di Swiss membuat permintaan minyak akan kembali menurun dan bisa saja minyak akan jatuh di bawah US$60 per barel,” kata Ibrahim melalui keterangan tertulis, Minggu, 19 Maret 2023.
Dia berujar minyak mengikuti pasar ekuitas yang lebih rendah, dirundung oleh krisis sektor perbankan dan kekhawatiran tentang kemungkinan resesi. Adapun ketiga indeks turun tajam dalam perdagangan sore, dengan saham keuangan turun paling banyak di antara sektor utama S&P 500 setelah jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank dan dengan masalah di Credit Suisse dan First Bank Republik.
Harga telah pulih setelah langkah-langkah dukungan dari Bank Sentral Eropa dan pemberi pinjaman AS, tetapi turun lagi ketika SVB Financial Group mengatakan telah mengajukan reorganisasi. “Tekanan berasal dari keadaan pasar yang terus rapuh. Para analis masih mengharapkan pasokan global yang terbatas untuk mendukung harga minyak di masa mendatang,” ujar Ibrahim.
Sementara itu, anggota OPEC+ mengaitkan pelemahan harga minggu ini dengan pendorong keuangan daripada ketidakseimbangan penawaran dan permintaan. Mereka memperkirakan pasar akan stabil.
Menurut Ibrahim, penurunan WTI minggu ini menjadi kurang dari US$70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2021 dapat memacu pemerintah AS untuk mulai mengisi Cadangan Minyak Strategis. Artinya, dapat meningkatkan permintaan.
“Dan analis memperkirakan pemulihan permintaan China untuk menambah dukungan harga, dengan ekspor minyak mentah AS ke China pada bulan Maret menuju level tertinggi dalam hampir dua setengah tahun,” ungkap Ibrahim.
Pilihan Editor: Harga Minyak Berubah di Awal Sesi Asia, Khawatir Kenaikan Suku Bunga
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.