Ditambah lagi dalam dua tahun terakhir, kinerja Ditjen Pajak luar biasa baik. “Penerimaan pajak dapat tumbuh tinggi dan mencapai target, begitu pula dengan awal tahun ini. Lalu buat apa memunculkan kembali lembaga otonom atau semi-otonom?” kata Fajry.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Fadel Muhammad sebelumnya menyampaikan usulan pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, merespons beragam kasus yang muncul terkait institusi pajak belakangan ini. Ia mengaku pernah mempraktikkan ide pemisahan dalam skala kecil ketika dirinya menjabat sebagai Gubernur Gorontalo pada 2001-2009.
"Dengan menarik biro keuangan yang semula berada di Sekretaris Daerah menjadi lembaga otonom yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dengan nama Badan Keuangan Daerah," kata Fadel.
Tanpa menyebutkan besar keberhasilan penerapan pemisahan Badan Keuangan Daerah dari Sekretaris Daerah tersebut, Fadel menyebutkan kebijakannya tidak sebanding dengan skala kerja Ditjen Pajak Kemenkeu. Ia juga sempat terdorong melakukan hal serupa secara nasional saat terpilih menjadi Ketua Komisi XI DPR pada periode 2014-2015.
Kala itu, Fadel mengaku termasuk yang ikut mendorong agar Ditjen Pajak dipisahkan dari Kemenkeu dan membentuk lembaga baru yang bernama Badan Keuangan Negara. Badan ini bertugas untuk menghimpun pajak sebagai pengganti atau perubahan nama dari Ditjen Pajak. "Badan ini berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden," tuturnya.
Pemerintah pun, kata Fadel, sempat berencana menerapkan hal serupa melalui RUU KUP pada 2015. Pada pasal 95 draf beleid itu disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Disebutkan juga bahwa lembaga tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden," katanya. Namun pembahasan RUU KUP tersebut tidak tuntas hingga berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019.
MOH KHORY ALFARIZI | ANTARA
Pilihan Editor: Pemotongan Upah Buruh hingga 25 Persen, Partai Buruh: Jahat Sekali Kebijakan Ini, Lebih Jahat dari Rentenir
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini