Luhut mengaku data nilai ekspor tersebut juga ia sampaikan kepada International Monetary Fund (IMF) yang sempat mengunjungi kantornya beberapa hari lalu. "Saya sembari berkata bahwa jika dulu semua bahan mentah kita ekspor secara cuma-cuma, sekarang cukup sudah," kata dia.
Lebih jauh, ia menuturkan saat ini, Indonesia sudah bisa mengekspor besi dan baja, bukan bijih nikel lagi. Indonesia pun akan melakukan hal yang sama terhadap timah, bauksit, tembaga, dan lainnya. Menurutnya, perubahan besar ini harus dilihat oleh negara-negara maju.
"This is their problem. Selalu melihat negara berkembang seperti Indonesia adalah negara yang mereka tahu dua puluh atau lima belas tahun yang lalu," ujarnya.
Dengan memberlakukan larangan ekspor nikel, Luhut menilai Indonesia mempunyai kekuatan untuk menghasilkan energi hijau yang sudah kita cita-citakan sejak lama. Dia berharap kebanggaan akan pencapaian itu juga turut dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Luhut pun menegaskan adanya langkah hilirisasi bukan berarti pemerintah Indonesia sedang melawan pihak mana pun. Justru, kata dia, pemerintah Indonesia bersahabat dengan siapa saja.
Dia juga menyatakan Indonesia terbuka dan mempersilakan negara-negara lain untuk berinvestasi serta membangun industri pengolahan pertambangan di Tanah Air. Dengan catatan, kata Luhut, Indonesia memiliki aturan main atau regulasi yang harus dipenuhi.
"Menjadi negara maju adalah hak setiap negara, kewajiban kita adalah memperjuangkannya," ujarnya.
Pilihan Editor: Gandeng Singapura Kembangkan Panel Surya, Luhut: Nilainya Rp 770 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini