Jika pemerintah memang serius, Suroto berujar, langkah kebijakan penegasan pelarangan seharusnya juga diimbangi dengan mendorong industri kain rakyat, terutama tenun tradisional. Karena, pelarangan thrifting hanya akan meningkatkan banjirnya kain dari Cina yang sudah meningkat tajam dalam dekade terakhir.
“Jadi menurut saya, pelarangan pemerintah yang sifatnya reaktif ini juga perlu kita waspadai. Karena di belakangnya ada permainan dari importir kain yang pemainya sudah monopoli,” tutur Suroto.
Seharusnya, dia menyarankan, pemerintah memiliki arah kebijakan dan perlindungan industri tekstil yang harus jelas dan tegas. Misalnya, Suroto mencontohkan, dorong industri kain dan tenun rumahan (home industry) dari hulu hingga hilirnya agar bergairah.
Menurut dia, arah pelarangan thrifting bisa dilihat dari kebijakan turunannya. Seperti misalnya untuk menghidupkan industri bahan baku dalam negeri seperti pertanian kapas, sutra, dan potensi bahan kain dan tenun lainya. Kebijakan turunan lainnya bisa berupa dukungan kelembagaan dan permodalan serta pemasarannya.
“Tanpa itu semua, maka pemerintah berarti hanya menjadi bagian dari permainan dagang saja, pencitraan dan lagi-lagi masyarakat yang dikorbankan,” kata Suroto ketika menjelaskan lebih jauh tentang pelarangan impor pakaian bekas tersebut.
Pilihan Editor: Zulhas Musnahkan 730 Bal Pakaian hingga Tas Impor Bekas Senilai Rp 10 Miliar di Pekanbaru
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.