Usul itu perlu diseriusi, menurut Fadel, karena pajak adalah instrumen yang memiliki porsi lebih dari 75 persen pendapatan negara. Pendapatan pajak di APBN 2023 dianggarkan mencapai Rp 2.021,2 triliun atau sekira 82 persen dari total penerimaan negara Rp 2.463 triliun.
Hal ini juga seperti yang dijanjikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya untuk membuat Ditjen Pajak sebagai lembaga otonom yang lepas dari Kemenkeu dan berada langsung di bawah Presiden.
Dalam praktiknya nanti, menurut Fadel, pemisahan DJP dari Kemenkeu tetap membutuhkan kajian mendalam terkait beberapa hal, termasuk apakah lembaga tersebut bersifat otonom atau semi otonom. Pemisahan otoritas pajak dari kementerian keuangan bisa di antaranya meniru yang sudah dilakukan oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat dan Singapura.
"Amerika Serikat, misalnya, lembaga pajaknya yang bernama Internal Revenue Service (IRS) merupakan lembaga otonom yang terpisah dari kementerian keuangan," katanya.
Sementara otoritas pajak Singapura, Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) merupakan lembaga bersifat semi otonom. Meskipun tidak berada di bawah kementerian keuangan, IRAS mendapat supervisi dari dewan pengawas yang diketuai oleh Menteri Keuangan Singapura.
Sejumlah negara berkembang juga telah melakukan transformasi otoritas perpajakan dari konsep tradisional di bawah kementerian keuangan menjadi lembaga semi otonom. Fadel optimistis Indonesia bisa membentuk otoritas perpajakan semi otonom seperti yang sempat diajukan dalam draf RUU KUP pada 2015. "Nama otoritasnya bisa Badan Penerimaan Pajak atau Badan Keuangan Negara, atau nama lain yang sesuai," ujarnya.
ANTARA
Pilihan Editor: Jadi Korban Phising Saat Lapor SPT Pajak, Apa Dampak dan Bagaimana Cara Mengatasinya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.