Namun, menurut Eko, dampak tidak langsung dari bangkrutnya SVB tetap ada. Salah satunya respons dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang memerah. Selain itu, di Amerika dan Eropa dampaknya adalah memunculkan kepanikan atau ketidakpercayaan terhadap industri perbankan yang ditunjukkan dengan saham sektor tersebut turun.
Eko mencontohkan, yang terbaru harga saham Credit Suisse mengalami penurunan sangat besar. “Itu berimplikasi tentu saja kepada bagaimana sektor riil di dalam negara-negara maju tadi,” kata dia. Sehingga memicu sentimen negatif di pasar global, khususnya di pasar keuangan dan pasar perbankan.
“Yang kalau tidak diatasi dengan segera, ya merembet ke mana-mana. Karena kalau yang sakit itu sektor keuangan, prosesnya sangat cepat,” ucap dia.
Selain itu, sisi positifnya, Eko menambahkan, karena sudah ada bank yang jatuh, dia berharap bank sentral Amerika, The Fed, tidak akan terlalu agresif lagi ke depan. Sampai situasinya benar-benar bisa confirm bahwa bank bisa adaptasi semua, dengan kebijakan Amerika Serikat menormalisasi suku bunga.
“Bahkan ada yang memprediksi di akhir tahun suku bunga acuan turun 100 basis poin. Hal itu menjadi kabar baik bagi kurs rupiah,” tutur Eko.
Pilihan Editor: Dukung IKN, Hutama Karya dan 5 BUMN Karya Lainnya Bentuk Perusahaan Patungan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini