TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah terus menyuarakan larangan aktivitas membeli barang bekas atau thirfting khususnya pakaian bekas impor. Deputi bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman, menilai impor pakaian bekas membuat Indonesia menjadi tempat pembuangan limbah dari negara lain.
Oleh sebab itu, Kementerian Koperasi dan UKM melihat thrifting pakaian bekas impor tersebut sebagai masalah yang harus diperangi. "Kami tidak mau kita jadi bangsa yang menampung sampah. Itu juga menghancurkan industri pakaian dan alas kaki," ujar Hanung di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Kamis, 16 Maret 2023.
Padahal di saat yang sama, tiga persen lapangan kerja berasal dari sektor tekstil dan produk tekstil. "Kontribusi untuk GDP juga besar," imbuhnya.
Menurut Hanung, thrifting menghancurkan industri dalam negeri karena mengambil pangsa pasar dari kelas menengah ke bawah. Padahal, pasar tersebut mestinya menjadi pasar UKM tanah air. "Mereka ingin beli barang branded dengan harga murah," ujar dia.
Hanung berujar, impor pakaian besar biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tidak jarang, pakaian bekas itu diselundupkan atau melalui jalur ilegal.
Parahnya, kata Hanung, sebagian pakaian bisa dipakai, sedangkan sebagian lain berupa sampah yang mesti dimusnahkan. Karena itu, Hanung menilai perkara impor pakaian bekas bukan hanya mengancam keberlangsungan industri, tetapi menyangkut permasalahan lingkungan.
Selanjutnya: "Itu yang ingin kami lawan, karena ..."