Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talatov mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memutuskan penambahan berbagai program baru. Termasuk kebijakan insentif kendaraan listrik. Sebab, risiko ekonomi global masih tinggi dan sewaktu-waktu bisa menambah beban belanja, khususnya untuk subsidi energi. Semestinya dalam kondisi seperti itu pemerintah berhemat, bukan justru melakukan pemborosan duit negara.
”Apalagi tahun 2023 ini sudah memasuki fase konsolidasi fiskal, di mana defisit APBN wajib dijaga di bawah 3 persen terhadap PDB,” ujarnya.
Kritik terhadap program insentif kendaraan listrik juga dilontarkan pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi atau Instran, Ki Darmaningtyas. Menurutnya, tujuan pemberian insentif itu hanya untuk menyenangkan produsen kendaraan.
“Tujuan pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli sepeda motor dan mobil listrik memang bukan untuk mengurangi penggunaan BBM, tapi untuk menolong industri motor dan mobil listrik yang sudah terlanjur memproduksi tapi tidak ada pangsa pasarnya, maka diberikan insentif,” ujarnya.
Darmaningtyas menyarankan supaya insentif kendaraan listrik difokuskan ke angkutan umum. Pemerintah dapat memberikan subsidi kepada para pengusaha angkutan umum untuk membeli bus listrik yang dapat dioperasikan secara komersial. Dengan memberikan subsidi kepada perusahaan angkutan umum, selain akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan.
RIANI SANUSI PUTRI, RIRI RAHAYU
Pilihan Editor: Insentif Kendaraan Listrik, Pemborosan Duit Negara dan Tidak Efektif Menekan Konsumsi BBM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.