Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Uli Arta Siagian pun menilai proyek food estate kurang berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Menurut Uli, food estate juga membawa ancaman perubahan iklim yang lebih parah. Ia menuturkan pengalaman petani tradisional selama puluhan tahun dalam bercocok tanam dan menjaga alam telah dinegasikan dengan kebijakan food estate.
“Mengacu kepada temuan kami di lapangan, kedaulatan pangan lokal berisiko punah akibat ekspansi monokultur dan penyeragaman pangan yang dipaksakan untuk dikonsumsi dan menjadi komoditas bisnis," tutur Uli.
Produksi secara besar-besaran, menurut Uli, lebih diutamakan dibandingkan untuk pemenuhan pangan sendiri. Oleh sebab itu, Walhi merekomendasikan pemerintah kembali pada konsep tata kuasa petani dan masyarakat. Artinya, mengutamakan tata kelola praktik lokal, tata produksi hulu ke hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan tata konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan setempat.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran sebelumnya mengklaim megaproyek food estate telah berhasil meningkatkan produktivitas pangan. Padahal, menurut Uli, proyek tersebut justru menemui banyak permasalahan. Di antaranya, kejadian gagal panen, perambahan hutan dan tanah masyarakat adat, hingga akhirnya berdampak pada terjadinya bencana alam serta konflik sosial.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Wacanakan Pencopotan Direksi Pertamina usai Kebakaran Depo Plumpang, Ini Rekam Jejak Erick Thohir Copot Pejabat BUMN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini