TEMPO.CO, Jakarta - Tiga tahun setelah dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), proyek lumbung pangan atau food estate masih terus menuai kritik. Juru kampanye Pantau Gambut Wahyu A. Perdana mengatakan alokasi anggaran sebanyak Rp 1,5 triliun untuk proyek food estate di tahun 2021-2022, terbukti belum mampu mengakselerasi hasil panen.
"Hal ini terjadi akibat lahan yang ditanami sebagian besar merupakan lahan gambut yang selalu basah dan memiliki tingkat keasaman cukup tinggi, sehingga tidak cocok dengan komoditas pertanian skala besar," tutur Wahyudalam diskusi virtual pada Jumat, 3 Maret 2023.
Dari riset yang dilakukan Pantau Gambut, Wahyu mengungkapkan ada empat wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Kalimantan Tengah terindikasi masuk ke dalam tingkat kerentanan tinggi atau high risk kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya, 190.395 hektare pada KHG Sungai Kahayan-Sungai Sebangau yang termasuk ke dalam wilayah food estate juga berada dalam kondisi yang sama rentannya.
Selain itu, Wahyu berujar, hutan gambut yang dibuka untuk lumbung pangan dapat melepaskan emisi sekitar 427 ton karbon ke udara. Ditambah, kata dia, ekosistem gambut yang rusak sangat sulit dan mahal untuk direstorasi, butuh waktu 10 ribu tahun untuk pembentukannya.
Karena itu, ia mendorong pemerintah untuk meninjau kembali regulasi proyek food estate dengan mempertimbangkan dampak kerusakan ekologi. Megaproyek inipun, menurutnya, telah menurunkan kesejahteraan petani lokal.
Selanjutnya: Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi....