TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pejabat Dtijen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo dan anaknya Mario Dandy belakangan memunculkan protes anti bayar pajak di media sosial. Seberapa masif dampaknya ke penerimaan negara dari pajak nantinya?
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan kasus tersebut menggerus kepercayaan publik terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.
"Salah satu risikonya adalah kepatuhan formal yakni pelaporan SPT (surat pemberitahuan), terutama SPT orang pribadi. Tapi, besarannya perlu studi lebih mendalam," ujar Fajry lewat keterangan tertulis pada Tempo, Sabtu, 25 Februari 2023.
Ia pun membeberkan sektor yang bisa berpotensi tergerus karena kasus ini adalah pajak penghasilan orang pribadi atau PPh OP. "Meski saya yakini tak akan terdampak besar, mengingat PPh OP kebanyakan karyawan yang mana telah dipotong pemberi kerja," tuturnya.
Namun demikian, Fajry meminta agar masyarakat tetap bersikap dewasa. Meski kecewa dengan Kemenkeu, ia menilait bukan berarti malah ada gerakan penolakan membayar pajak.
Sebab, tanpa ada penerimaan pajak, kata dia, pembangunan di Tanah Air tak bisa terlaksana. "Biarkan semuanya dipercayakan prosesnya oleh Kemenkeu. Kita masih percaya integritas SMI (Sri Mulyani Indrawati), biar semuanya dibongkar. Toh, beliau sudah melakukan pencopotan (Rafael Alun Trisambodo) dan ini awal yang bagus," ujar Fajry.
Pernyataan tersebut merespons protes oleh warganet di media sosial, salah satunya di Twitter. Mereka mengomentari cuitan-cuitan yang menanggapi soal kasus pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang tak melaporkan harta Jeep Rubicon dan Harley Davidson di LHKPN-nya serta kasus anaknya Mario Dandy yang menganiaya anak petinggi GP Ansor.
Selanjutnya: "Rumah yg bayar pajak gk semewah..."