Penerimaan Bea Masuk tumbuh 22,6 persen (YoY) didorong extra effort, kurs dolar yang meningkat dibandingkan tahun lalu dan kinerja impor yang masih tumbuh. Selanjutnya, Cukai tumbuh 4,9 persen (YoY), dipengaruhi kebijakan tarif, efek limpahan penerimaan dari pemesanan pita cukai November 2022 lalu yang dilunasi di Januari 2023, dan efektivitas pengawasan.
“Sementara kinerja Bea Keluar menurun disebabkan harga CPO yang sudah termoderasi dan turunnya volume ekspor komoditas mineral,” kata Sri Mulyani.
Bendahara negara ini juga menjelaskan kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di mana hingga akhir Januari 2023 tumbuh signifikan. Angkanya mencapai 103,0 persen (YoY) dengan realisasi sebesar Rp 45,9 triliun (10,4 persen dari target).
Capaian positif tersebut terutama didorong dari realisasi pendapatan sumber daya alam (SDA) minyak dan gas atau migas (8,9 persen dari target) yang ditopang oleh kenaikan kurs. “Sementara SDA non-migas (22,9 persen dari target) berkat tingginya harga batu bara acuan (HBA) dan berlakunya PP Nomor 26 Tahun 2022,” tutur dia.
Pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan (KND) (9,4 persen dari target) akibat adanya dividen interim yang dibayarkan BUMN. Serta PNBP lainnya (12,7 persen dari target) yang disumbang oleh peningkatan pendapatan atas layanan kementerian dan lembaga dan Penjualan Hasil Tambang (PHT).
“Pendapatan badan layanan umum atau BLU (0,5 persen dari target) juga mencatatkan pertumbuhan positif yang diperoleh dari meningkatnya pendapatan jasa pelayanan pendidikan PTN dan rumah sakit,” ucap Sri Mulyani.
Pilihan Editor: ID Food Mencari Investor untuk Perkuat Cadangan Pangan Perikanan Nasional
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.