Ia pun menekankan pemerintah akan tetap mempertimbangkan dan mengevaluasi dari seluruh aspek, mulai dari kesehatan, lingkungan, dan dampaknya terhadap industri dan tenaga kerja. Sehingga, tuturnya, kebijakan itu bisa dijalankan dengan dengan perhitungan yang matang.
"Ini tentunya kami selalu berpikir dan berevaluasi, Insya Allah nanti pada waktu dan momentum yang pas untuk itu," kata dia.
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun sebelumnya merasa geram lantaran rekomendasi DPR ihwal penerapan cukai pada kemasan plastik dan minuman manis tak kunjung dilaksanakan. Apalagi, kata dia, pemerintah selalu berdalih penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai rendah lantaran obyek cukainya terbatas.
Terlebih, penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun ini pun turun, dari Rp 317,77 triliun pada 2022 menjadi Rp 303,19 triliun. Sehingga, menurut dia, penundaan penerapan cukai ini membuat negara mengalami kehilangan penerimaan yang sangat besar.
Padahal DPR telah memberikan persetujuan atas penambahan obyek cukai ini sejak 2018. Selain dapat menambah penerimaan negara, pertimbangan DPR kala itu adalah potensi kerusakan lingkungan akibat kemasan plastik dan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh minuman manis.
"Karena ini potensi lost negara harusnya KPK, BPK, Kejagung nangkepin orang yang melakukan lobi ini. Lobi apa yang ada? Kita harus marah. Kalau saya sih marah. Enggak pantes kita menunda-nunda," kata Misbakhun dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Direktur Jenderal Bea Cukai di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Februari 2023.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: PLN Siap Pasok Listrik Berbasis Energi Baru Terbarukan untuk F1 Powerboat di Danau Toba
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini