TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK Wilayah Sumatera menangkap dan menahan salah satu aktor intelektual penambangan emas ilegal di Kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Dia adalah MSN, 37 tahun, sebagai pemodal.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan mengatakan saat ini penyidik masih berkoordinasi dengan Polda Sumatera Utara. “Dalam rangka pencarian tersangka MH (49 tahun) dan pengembangan terhadap kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam pengungkapan kasus ini secara tuntas,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Senin, 13 Februari 2023.
Sebelum dilakukan penahanan, MSN yang bertempat tinggal di Desa Hutarimbaru Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, telah ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Februari 2023. Bersama satu orang lainnya MH yang bertempat tinggal di Desa Roburan Dolok Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal.
Saat ini, MSN sudah ditahan di Polda Sumatera Utara, sementara MH masih dicari keberadaannya. Sedangkan barang bukti berupa 3 unit ekskavator yang telah disita sejak 23 Mei 2022 yang masih dititipkan di Kantor Balai Taman Nasional Batang Gadis di Panyabungan, Sumatera Utara.
“Upaya penindakan ini diharapkan berdampak pada penghentian aktivitas Peti (Penambangan Tanpa Izin) atau aktivitas ilegal lainnya di kawasan Tman Nasional Batang Gadis. Karena kegiatan tersebut berpotensi merusak ekosistem dan menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Subhan.
Kasus itu berawal dari kegiatan operasi represif pengamanan hutan yang dilakukan Tim Operasi Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera bersama dengan pihak Balai Taman Nasional Batang Gadis. Pada 13 Mei 2022 sekitar pukul 16.30 WIB, Tim menemukan 3 ekskavator beserta 3 orang operator dan 1 helper yang sedang melakukan pengerukan tanah di Sungai Batang Bangko.
Adapun ketiga operator itu diduga melakukan pertambangan secara ilegal di dalam kawasan Taman Nasional Batang Gadis. Pekerja tidak dapat menunjukkan izin mengerjakan lahan di lokasi itu sehingga tim mengamankan dan membawa ketiga unit ekskavator ke Kantor Balai Taman Nasional Batang Gadis di Panyabungan, Sumatera Utara.
Setelah diminta keterangan, ketiga operator dikembalikan ke keluarganya masing-masing. Selanjutnya penyidik melakukan Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket) untuk menemukan pelaku utama dan aktor intelektual penambang emas ilegal tersebut.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani menegaskan kejahatan tambang ilegal merupakan kejahatan serius, yang merusak lingkungan dan kelestarian hutan. Sehingga merugikan negara dan mengancam kehidupan masyarakat.
“Tidak ada pilihan lain, penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan merupakan wujud keberpihakan negara kepada hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan,” ucap Rasio.
Dia mengatakan pihaknya tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan tambang ilegal seperti ini yang merupakan komitmen KLHK. Para pelaku khususnya MSN sebagai pemodal, kata Rasio, harus ditindak tegas dan dihukum maksimal agar berefek jera.
“Saya sudah perintahkan penyidik untuk mencari pelaku lainnya yaitu MH sampai dapat,” kata Rasio.
Rasio menuturkan, kejahatan tambang ilegal ini tidak hanya kejahatan perusakan hutan, tapi merupakan kejahatan terhadap sumber daya mineral. Sehingga, pelaku harus ditindak juga pidana berlapis, agar ada efek jera.
“Saya sudah perintahkan kepada penyidik untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk pengenaan pidana berlapis terhadap para pelaku,” ucap Rasio.
Atas perbuatan itu, tersangka akan dijerat dengan Pasal 78 ayat (2) jo pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 Angka 19 Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 Angka ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 7,5 miliar.
Penyidik sedang mendalami Kejahatan Tersangka terkait dengan tindak pidana perusakan lingkungan hidup Pasal 98 ayat 1 ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 milyar dan paling banyak Rp 10 milyar.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini