TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom yang juga Direktur Segara Institut Pieter Abdullah Redjalam memperkirakan bahwa meskipun perekonomian global diyakini melambat, Indonesia akan tetap tumbuh tahun 2023. Angkanya, kata dia di kisaran 4,75-5,25 persen.
“Perekonomian indonesia tetap akan tumbuh positif didorong oleh permintaan domestik dan tingginya harga komoditi. Harga komoditi akan turun, tapi tetap lebih tinggi dibandingkan periode sebelum 2020,” ujar dia kepada Tempo pada Selasa, 7 Februari 2023.
Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Pieter menarankan agar pemerintah harus menjaga permintaan domestik. Bahkan, kata dia, harus memberikan stimulus agar permintaan domestik meningkat. Terutama dengan menjaga daya beli masyarakat.
“Di sisi lain pemerintah juga perlu mendorong investasi. Kebijakan hilirisasi adalah salah satu kebijakan yang sudah tepat dan perlu dilanjutkan,” ucap Pieter.
Sepanjang tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,31 persen. Angka tersebut, Pieter berujar, sesuai dengan perkiraan Segara Institut di mana pertumbuhan ekonomi 2022 sekitar 5,25-5,50 persen.
“Pertumbuhan yang tinggi di-support oleh pulihnya konsumsi seiring pandemi yang mereda bahkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sudah dicabut,” kata dia.
Sementara, Pieter menambahkan, investasi meningkat. Di mana target Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bisa tercapai. Di sisi lain, di tengah tingginya harga komoditas Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi sepanjang sejarah.
Secara sektoral, dia berujar, sektor-sektor yang pada tahun 2021 masih negatif sudah mulai tumbuh positif termasuk sektor transportasi dan pariwisata. “Daerah-daerah yang sebelumnya masih tumbuh negatif seperti Bali, sudah mulai tumbuh positif,” tutur Pieter.
Sebelumnya, Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,31 persen cukup mengesankan di tengah pelambatan ekonomi global yang terus berlanjut. Sepanjang tahun 2022, kinerja pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor global dan domestik.
Secara global, kata Margo, Indonesia diuntungkan dengan relatif tingginya harga komoditas ekspor unggulan di pasar global yang memberikan windfall dan mendongkrak kinerja ekspor serta surplus neraca perdagangan. “Namun demikian, harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global sudah mulai menunjukkan tren penurunan,” kata dia.
Sedangkan secara domestik, kombinasi aktivitas masyarakat yang semakin menggeliat dan bauran kebijakan fiskal serta moneter untuk menjaga daya beli mampu mendorong aktivitas ekonomi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.
Namun pertumbuhan beberapa lapangan usaha yang menjadi motor sektor seperti industri, pertanian, pertambangan, dan konstruksi masih berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. “Di sisi lain, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga masih belum kembali pada level sebelum pandemi,” ucap Margo.