TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan harga minyak dunia masih akan melanjutkan tren pelemahan pada esok hari, Senin, 6 Februari 2023. Dalam hitungannya, harga minyak global melemah di rentang US$ 68 - 75,1 per barel.
Adapun harga komoditas tersebut jatuh ke posisi terendah lebih dari tiga pekan pada hari Jumat lalu. Di Sabtu pagi, 4 Februari 2023, harga minyak dunia berada di level US$ 73,08 per barel pada jam 03.30 WIB.
Baca: Harga Minyak Dunia Masih Fluktuatif, Alasan ESDM Belum Turunkan Harga Pertalite
Ibrahim menilai anjloknya harga minyak dunia telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi. Apalagi data pekerjaan Amerika Serikat yang baru dirilis menimbulkan kekhawatiran atas potensi kenaikan suku bunga yang lebih tinggi. Investor pun tengah mencari kejelasan lebih lanjut tentang embargo Uni Eropa yang akan segera dilakukan pada produk olahan Rusia.
"Pasar tidak dapat memutuskan apakah harus gugup tentang resesi atau lebih khawatir tentang Federal Reserve yang agresif dengan suku bunga pada tahun 2023 yang kemungkinan akan membebani ekonomi AS dan Eropa," ujar Ibrahim melalui keterangan tertulis pada Ahad, 5 Februari 2023.
Lebih jauh Ibrahim mengungkapkan pertumbuhan pekerjaan Amerika Serikat meningkat tajam pada Januari 2023 di tengah pasar tenaga kerja yang terus-menerus tangguh. Meski begitu, menurut dia, moderasi lebih lanjut dalam atas kenaikan upah akan memberikan ruang cukup bagi The Federal Reserve dalam melawan inflasi.
Bank sentral Amerika Serikat pada Rabu 1 Februari lalu menurunkan tingkat kenaikan suku bunga yang lebih ringan daripada tahun lalu. Tetapi pembuat kebijakan juga memproyeksikan bahwa ada peningkatan berkelanjutan dalam biaya pinjaman akan diperlukan.
Hal ini dinilai akan memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi yang kemungkinan besar akan mengurangi permintaan minyak mentah global. Adapun negara-negara Uni Eropa sepakat untuk menetapkan batas harga pada produk minyak sulingan Rusia.
Langkah itu diambil untuk membatasi dana Moskow yang digunakan untuk melakukan invasi ke Ukraina. Keputusan itu telah diumumkan oleh Presiden Swedia Uni Eropa pada Jumat, 3 Februari lalu.
Selanjutnya: Ibrahim lalu merujuk pada pernyataan ...