“Prilex telah beroperasi di wilayah Amerika Latin sejak 2014 dan diduga berada di balik salah satu serangan terbesar di wilayah tersebut,” tutur Fabio.
Selama karnaval Rio tahun 2016, penjahat dunia maya itu mengkloning lebih dari 28.000 kartu kredit dan menghabiskan lebih dari 1.000 ATM di bank Brasil. Sekarang, mereka telah memperluas serangannya secara global.
Pada tahun 2019, serangan juga terlihat di Jerman, ketika sebuah kelompok kriminal mengkloning kartu debit Mastercard yang dikeluarkan oleh bank Jerman OLB dan menarik lebih dari 1,5 juta Euro dari sekitar 2.000 pelanggan. “Adapun modifikasi yang baru ditemukan, mereka telah terdeteksi di Brasil, tapi mereka juga dapat menyebar ke negara dan wilayah lain,” kata dia.
Pada dasarnya, kata Fabio, Prilex adalah aktor ancaman berbahaya terkenal, yang secara bertahap berevolusi dari malware yang berfokus pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) menjadi malware PoS modular unik. Ditambah lagi pembayaran nirsentuh menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Dan statistik menunjukkan segmen retail mendominasi pasar dengan lebih dari 59 persen pangsa pendapatan nirsentuh global pada tahun 2021,” ucap dia.
Transaksi semacam itu sangat nyaman dan aman. Sehingga masuk akal bagi penjahat dunia maya untuk membuat malware yang memblokir sistem terkait NFC. Selain itu data transaksi yang dihasilkan selama pembayaran nirsentuh tidak berguna dari sudut pandang penjahat dunia maya.
Malware Prilex akan mencegah pembayaran nirsentuh untuk memaksa korban memasukkan kartu ke terminal PoS yang terinfeksi.
Baca juga: Marak Pembobolan M-Banking, Pakar: Pemerintah Harus Punya Standar Aman Transaksi Digital
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.