Selain itu, OCBC NISP menuntut para tergugat membayar ganti rugi secara tanggung renteng dari harta kekayaan pribadinya, yang selambat-lambatnya dilaksanakan sejak tanggal Putusan a quo dibacakan, dengan rincian:
a. kerugian materiil, sebesar US$ 16.509.025,98 atau sekitar Rp 249 miliar;
b. kerugiaan immateriil Rp 1 triliun.
OCBC NISP juga meminta dilakukan sita jaminan atas harta bergerak dan tidak bergerak milik para tergugat. Adapun sidang pertama perkara ini akan dilakukan pada 7 Februari 2023.
Tak hanya melaporkan di pengadilan, OCBC NISP juga melaporkan para pihak tersebut yang merupakan direksi, komisaris, dan pemegang saham PT HMU dan PT HSI ke Bareskrim Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan membenarkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) menerima laporan OCBC NISP pada 9 Januari 2023.
“Penyidik telah menerima laporan polisi dengan nomor LP/B/0011/I/2023/SPKT/Bareskrim Polri terkait dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau pemalsuan surat dana atau penipuan dan/atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan, Kamis, 2 Februari 2023, dikutip dari Antara.
Tindak pidana itu terjadi dalam proses PT HSI mendapat fasilitas kredit dari PT Bank OCBC NISP. Diduga ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan tersebut untuk mendapat fasilitas kredit.
"Sampai dengan saat ini, perkara tersebut masih dalam penyidikan awal, yakni mengundang pelapor dan para saksi," kata Ramadhan.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan ll pihaknya telah menerima surat undangan dari Bareskrim Polri tertanggal 1 Februari untuk permintaan keterangan (klarifikasi) dan dokumen atas laporan yang pihaknya layangkan.
Hasbi menyatakan, pihaknya akan memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri untuk memberikan klarifikasi dan dokumen pada pekan depan.
"Kami akan memberikan penjelasan secara lebih detail ke Bareskrim minggu depan mengenai dugaan tindak pidana yang dilaporkan terhadap direksi, komisaris, dan pemegang saham PT HMU," kata Hasbi.
Hasbi menyebutkan salah satu terlapornya berinisial SW, selaku pemegang saham pengendali PT HMU.
Selain SW, pihaknya juga melaporkan direksi dan komisaris PT Hair Star Indonesia (HSI), yang sebelumnya berstatus anak usaha PT HMU.
Menurut Hasbi, PT HSI telah merugikan Bank OCBC NISP berupa kredit macet senilai Rp 232 miliar dan total sekitar Rp 1 triliun di beberapa bank lainnya.
Dalam laporan Bank OCBC NISP di Bareskrim Polri disebutkan, PT HSI yang berkedudukan di Sidoarjo, Jawa Timur mempunyai pinjaman bank sejak 2016 berupa kredit modal kerja untuk mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig.
Kredit tersebut diberikan Agustus 2016. Saat ini Presiden Komisaris PT HSI adalah istri dari SW yang berinisial MS. Pada Desember 2016, PT HMU milik SW menjadi pemegang saham pengendali HSI bersama PT SMF dengan masing-masing kepemilikan saham 50 persen.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini